Berkat Pandemi, Para Wanita di Tuban Lahirkan Keripik Tempe “Matoh Poool”
- 17 February 2025 12:56
- Heri S
- Umum,
- 306
Tubankab - Berawal dari pandemi Covid-19, kelompok wanita dari RT 2/RW 2 Dusun Sumurgung, Desa Sumurjalak, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban merintis usaha keripik tempe. Usaha yang diprakarsai oleh Siti Lutfiyah Musa’idah ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan di lingkungan setempat.
Siti Lutfiyah Musa’idah atau yang kerap disapa Bunda Ufie menceritakan ide pembuatan keripik tempe berawal dari keinginannya supaya para ibu di sekitar rumahnya bisa berdaya. Biasanya, setelah menyiapkan anak sekolah maupun mengurus rumah tangga di pagi hari mereka masih memiliki waktu longgar, sehingga ia berpikir bagaimana supaya waktu tersebut bisa dimanfaatkan secara positif.
“Awalnya, berpikir bagaimana caranya ibu-ibu di sini setelah sibuk mengurus keluarga di pagi hari serta waktunya longgar bisa lebih berdaya dan bermanfaat. Karena di lingkungan saya ada pabrik tempe, akhirnya keluar ide bikin keripik tempe,” ungkapnya, Senin (17/02).
Lebih lanjut, Bunda Ufie, menyampaikan, dari pabrik tempe di lingkungannya tersebut, mereka mendapatkan bahan baku tempe yang belum jadi alias masih mentah atau masih berupa campuran kedelai dan ragi. Setelah itu, tempe yang masih belum jadi tadi dicampur dengan tepung tapioka dan difermentasi selama 2 hari.
Berdasarkan penjelasannya, proses fermentasi tempe tersebut belum tentu berhasil. Kegagalan fermentasi biasanya terjadi ketika perubahan musim atau memang suhu dalam ruangan kurang bagus.
“Kendalanya, proses fermentasi kadang tidak jadi, misalnya tempe kehitaman dan ketika diiris ambyar atau biasa disebut gendruwonen. Penyebabnya karena perubahan musim atau memang suhu dalam ruangan kurang bagus,” ucapnya.
Setelah melalui proses fermentasi, tambahnya, tempe diiris secara manual. Ia mengakui, mengiris secara manual membuat hasil irisan menjadi lebih maksimal dibandingkan menggunakan alat.
Tempe yang sudah diiris tipis-tipis, imbuhnya, lantas diberi bumbu secukupnya berupa campuran bawang putih dan garam. Setelah bumbu meresap, kemudian tempe digoreng sampai matang.
Keripik tempe yang diberi nama “Matoh Poool” ini tersedia dalam 4 rasa, yakni original, balado, pedas, dan pedas gila. Selanjutnya, keripik tersebut dikemas dalam ukuran 75 gram, 100 gram, dan 250 gram dengan kisaran harga antara Rp 10.000 – Rp 15.000.
Keripik tempe ini tidak hanya dipasarkan di Tuban, melainkan juga luar Tuban, seperti di pusat oleh-oleh Mirota Handicraft Shop Surabaya. Selain pembelian secara langsung, biasanya juga menerima pesanan/Pre Order (PO). Keripik tempe ini juga sering dipesan oleh perusahaan bahkan diikutkan di berbagai pameran.
Bunda Ufie menuturkan, biasanya pada hari-hari besar tertentu, seperti Ramadan dan Idul Fitri, mereka banjir pesanan. Jika normalnya produksi dilakukan tiga kali dalam satu minggu, yakni setiap Senin, Rabu, dan Sabtu, pada momen-momen tersebut bisa berproduksi setiap hari.
“Sukanya, kalau banyak pesanan, seperti ketika Ramadan pernah sampai full. Kalau Ramadan, produksi setiap hari dan buka sistem PO. H-7 lebaran, PO kami tutup,” terangnya.
Bunda Ufie mengatakan, keripik tempe “Matoh Poool” diproduksi pertama kali pada 17 Agustus 2020. Modal usahanya berasal dana swadaya. Dari awalnya tidak punya apa-apa, hingga akhirnya bisa memiliki peralatan produksi sendiri, seperti wajan, kompor, dan peralatan lainnya.
Saat ini, pihaknya juga telah mengantongi berbagai perizinan yang diurusnya sendiri, mulai dari Nomor Induk Berusaha (NIB), Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), dan sertifikat halal.
Keripik tempe “Matoh Poool” beberapa kali dijadikan tempat kunjungan untuk edukasi anak sekolah. Selain itu, juga didatangi Kopernik untuk membuat video ibu inspirasi dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) Jawa Timur.
Bunda Ufie berharap, usaha keripik tempe ini bisa lebih meningkat dan maju. Ia berangan-angan agar usaha yang telah dirintis oleh kelompok perempuan di RT-nya tersebut suatu saat bisa berkembang menjadi sentra industri di daerahnya. (yeni dh/hei)