IBADAH HAJI HARUS TIMBULKAN EFEK
- 11 July 2017 15:51
- Heri S
- Kegiatan Bupati dan Wakil Bupati,
- 510
Tubankab - Ada tiga indikator ibadah itu diterima di sisi Allah SWT, yang pertama memiliki efek di dalam kehidupan di masyarakat, kedua semakin semangat melakukan ibadah, sedangkan yang terakhir adalah istiqomah dalam melaksanakan ibadah.
Hal ini disampaikan Bupati Tuban Fathul Huda saat memberikan sambutan dan pengarahan pada acara Bimbingan Manasik Haji Masal II, Jemaah Calon Haji (JCH) 2017 di Graha Sandiya, Komplek Perumdin PT. Semen Gresik, Desa Bogorejo, Kecamatan Merakurak, Tuban, Selasa (11/07).
Untuk menimbulkan efek, kata Huda, maka dalam setiap beribadah haruslah memahami setiap ibadahnya, karena sejatinya serangkaian rukun dalam ibadah hanyalah ritual, namun jauh daripada itu yang harus dipahami yakni spiritualnya.
“Misalnya, mengapa kita harus pakai pakaian ihram? Ini supaya bisa keluar efeknya harus dihayati dan dipahami,” jelas Huda.
Dalam kaitannya dengan ibadah haji, bupati asal Desa Talun, Kecamatan Montong, ini menjelaskan secara runtut ritual ibadah haji beserta makna spiritual yang terkandung di dalamnya. Diawali dengan mikat, mandi sebelum memakai pakaian ihram. Mikat ini, jelas Huda, adalah batas, mulai mikat harus berniat ada perubahan sebelum dan setelah haji.
Masih menurut Huda, dalam berpakaian ihram, juga mengandung makna bahwa itu menunjukan saat manusia mati, maka tidak ada yang bisa dibawa, karena yang mereka pakai hanya selembar kain. “Mau bupati, kapolres, dan semuanya kalau mati nanti pakaiannya sama. Ini harus dihayati bahwa derajat manusia itu sama,” terang Huda.
Huda juga menyinggung tentang masalah tawaf. Menurutnya sisi Kabah yang berbentuk persegi empat, memiliki makna tersendiri. Yakni sebagai anak manusia, jelas Huda, semua hidup melewati 4 alam, yakni alam arwah, rahim, dunia dan barzah.
Sedangkan untuk sai’, menurut suami dari Qodriyah ini, melambangkan sebagai manusia untuk hidup maka harus bergerak. Artinya, setiap orang haruslah berusaha dalam menggapai rezeki. “Memang terkadang rezeki belum tentu sesuai dengan yang kita usahakan,” imbuh Huda.
Huda menambahkan, puncak ibadah haji terjadi saat wukuf di Padang Arafah. Sebab, menurut pria 63 tahun ini, di Arafah semua doa akan dikabulkan. Sedangkan, untuk melempar jumrah, melambangkan bagaimana Nabi Ibrahim dulu mendapat godaan dari setan saat akan menyembelih Ismail.
“Kalau kita pahami spiritualnya, maka kita akan tahu yang kita lempari adalah nafsu yang ada di dalam diri kita. Dengan melempar jumrah itu, kita saat itu mulai perangi nafsu. Sedangkan untuk ritual tahalul, atau menggunting rambut bermakna membuang mahkota,” pungkas Huda. (nanang wibowo/hei)