PASCA REFORMASI, SANTRI JADI BANDUL KEKUATAN MODERAT
- 22 October 2017 16:01
- Heri S
- Kegiatan Bupati dan Wakil Bupati,
- 642
Tubankab - Pemerintah Kabupaten Tuban bersama dengan seluruh Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Tuban dan Banomnya menyelenggarakan upacara Hari Santri Nasional (HSN) 2017 yang dipusatkan di lapangan Desa Sendang, Kecamatan Senori dengan inspektur upacara Wakil Bupati Tuban, Ir. H. Noor Nahar Hussein, M.Si, Minggu (22/10).
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Tuban yang membacakan sambutan Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA. menuturkan bahwa pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri ini memang tidak lepas dari resolusi jihad yang dikumandangkan Hadlaratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945.
Orang nomor dua di Kabupaten Tuban ini menyatakan bahwa tanpa resolusi jihad NU dan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan tersebut, tidak akan pernah ada peristiwa 10 November di Surabaya yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Kiprah santri menurut wabup juga teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri berdiri di garda depan membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Pada 1936, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan nusantara sebagai Darussalam. “Pernyataan ini adalah legitimasi fikih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila,’’ kata wabup.
Pada 1945, lanjut wabup, kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan bangsa. Pada 1953, kaum santri memberi gelar Presiden Indonesia, Ir. Soekarno, sebagai Waliyyul Amri ad-Dlaruri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati dan menyebut para pemberontak DI/TII sebagai bughat yang harus diperangi.
Pada 1965, masih kata wabup, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/1984, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan bahwa NKRI sudah final sebagai konsensus nasional (mu’ahadah wathaniyyah).
“Selepas reformasi, kaum santri menjadi bandul kekuataan moderat, sehingga perubahan konstitusi tidak melenceng dari khittah 1945 bahwa NKRI adalah negara-bangsa dan bukan negara-agama, bukan negara- suku yang mengakui seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, dan golongan.” tambah wabup.
Wabup mengharap semua pihak harus selalu ingat akan semua yang dilakukan oleh kaum santri tersebut, termasuk kaum santri itu sendiri, tentang paham mereka yang besar dalam berdiri dan tegaknya NKRI. Tanpa kiprah kaum santri, dengan sikap-sikap sosialnya yang moderat, toleran proporsional, lurus, dan wajar, NKRI belum tentu eksis sampai sekarang. “Negeri-negeri muslim di Timur Tengah dan Afrika sekarang remuk dan porak poranda karena ekstremisme dan ketiadaan komunitas penyangga aliran Islam Wasathiyyah,’’ tuturnya.
Momentum Hari Santri hari ini, menurut Wabup, perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit “nasionalisme bagian dari iman” perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme. Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. “Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan,’’ terangnya.
Lebih jauh wabup menjelaskan, Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhaan, asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos ini penting di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan bangsa. Korupsi dan narkoba adalah turunan dari materialisme dan hedonisme, paham kebendaan yang mengagungkan uang dan kenikmatan semu. Singkatnya, santri harus siap mengemban amanah, yaitu amanah kalimatul haq.
Wabup menjelaskan, saat ini santri juga hidup di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari. Internet adalah bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Ia punya aspek manfaat dan mudarat yang sama-sama besar. Internet telah digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoax. Santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan serta mereduksi penggunaannya yang tidak sejalan dengan upaya untuk menjaga agama, jiwa, nalar, harta ,keluarga, dan martabat seseorang.
“Kaidah fikih, al-muhafadhah ala-l qadimis shalih wa-l akhdzu bi-l jadidi-l ashlah atau mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan bersikap terbuka terhadap nilai-nilai baru yang terbukti lebih baik, senantiasa relevan sebagai bekal kaum santri menghadapi tantangan zaman yang terus berubah,” pungkasnya.
Upacara yang diikuti kurang lebih 3.000 santri tersebut juga dihadiri oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Tuban, Kepala OPD, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Yang unik dari upacara ini adalah pasukan pengibar bendera terpilih dari Santri Kecamatan Senori yang menggunakan sarung dalam menjalankan tugasnya. Upacara ini ditutup dengan tampilan menarik dari Grup Drumband Yayasan Darut Tauhid Al Hasaniyah dari Sendang, Senori. (dadang setiawan/hei)