Foto : Flyer cuaca ekstrem. (ist)

Cuaca Ekstrem Bayangi Musim Kemarau, BMKG: Jangan Lengah, Waspada Dampaknya

Tubankab – Meski sejumlah wilayah di Jawa Timur telah memasuki musim kemarau, cuaca ekstrem justru masih mengintai. BMKG Tuban melalui unggahan di akun Instagram @bmkgtuban pada Selasa (15/07) mencatat kejadian hujan lebat di awal Juli yang tidak lazim untuk periode kemarau. Fenomena serupa juga diamati secara nasional oleh BMKG pusat yang menegaskan bahwa musim kemarau belum mendominasi di seluruh Indonesia.

Menurut data yang dibagikan BMKG Tuban, intensitas hujan tinggi tercatat di beberapa wilayah pada awal bulan ini. Pada 3 Juli 2025, curah hujan mencapai 51 mm di Pos Hujan Sendang, 80 mm di Semanding, dan 95 mm di Latsari. Kemudian pada 7 Juli, Pos Hujan Palang mencatat curah hujan sebesar 56,5 mm. Padahal, wilayah Tuban, Lamongan, dan sebagian Bojonegoro secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.

Fenomena ini dipicu oleh beberapa faktor atmosfer seperti suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia, lemahnya angin monsun Australia, atmosfer lembap yang tidak stabil, serta gangguan dari gelombang ekuatorial Rossby dan fenomena atmosfer berfrekuensi rendah yang mendukung pembentukan awan hujan.

Situasi ini juga diperkuat oleh siaran pers BMKG pusat pada 12 Juli 2025. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa secara nasional baru sekitar 30 persen wilayah Indonesia benar-benar mengalami musim kemarau. Wilayah lainnya, termasuk sebagian besar Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, masih mengalami hujan lebat, petir, dan angin kencang.

“Berbagai faktor atmosfer global dan regional masih mendukung terjadinya hujan lebat dan cuaca ekstrem di banyak wilayah,” kata Dwikorita sebagaimana dikutip dalam siaran pers BMKG. 

Ia menambahkan bahwa dalam sepekan terakhir, hujan lebih dari 50 mm tercatat di sejumlah daerah seperti Nabire, Papua Barat, Kalimantan Barat, dan wilayah Sumatera, bahkan telah memicu bencana hidrometeorologis seperti banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur.

BMKG memprakirakan potensi cuaca ekstrem masih tinggi pada periode 12–18 Juli 2025. Angin kencang dengan kecepatan lebih dari 25 knot berisiko terjadi di berbagai wilayah termasuk Jawa Timur, dan dapat menyebabkan gelombang tinggi di beberapa perairan, termasuk Laut Jawa bagian timur.

BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, meskipun secara kalender wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Masyarakat diingatkan agar menghindari area terbuka saat terjadi petir, serta menjauhi pohon atau bangunan tua ketika angin kencang melanda. Selain itu, BMKG mendorong masyarakat untuk terus memantau perkembangan informasi cuaca dan peringatan dini melalui kanal resmi, seperti situs www.bmkg.go.id, aplikasi InfoBMKG, dan media sosial @infoBMKG.

 “Masyarakat harus tetap waspada. Jangan lengah. Cuaca bisa berubah cepat dan membawa dampak besar,” tegas Dwikorita. (yavid rp/hei)

comments powered by Disqus