Arah Kebijakan 2026: Pemkab Tuban Perbarui Data Petani dan Perkuat Tata Kelola Cukai
- 19 November 2025 20:38
- Yolency
- Kegiatan Pemerintahan,
- 20
Tubankab – Kehidupan petani tembakau di Tuban perlahan berubah. Balita lebih cepat mendapat layanan kesehatan, para buruh panen tak lagi khawatir soal bantuan, dan warga desa mulai memahami bahaya rokok ilegal yang masih dapat ditemui di toko-toko kecil.
Perubahan inilah yang mengemuka dalam Dialog Ekspansi LPPL Pradya Suara dengan tema “Manfaat Cukai Tembakau Untuk Kesejahteraan Kabupaten Tuban” yang memaparkan bagaimana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Tuban, Drs. Agus Wijaya, M.AP, menyampaikan bahwa Kabupaten Tuban menerima alokasi sekitar Rp40,46 miliar pada 2025. Dana tersebut terbagi dalam tiga sektor utama. Bidang kesehatan mendapat porsi 40 persen untuk layanan ibu dan bayi, penanganan stunting, penguatan sarana puskesmas, sanitasi, serta edukasi pengendalian konsumsi rokok. Sebanyak 50 persen digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelatihan budidaya tembakau, pembinaan industri kecil olahan tembakau, perlindungan produksi, hingga bantuan bagi petani dan buruh. Sementara itu, 10 persen dialokasikan untuk operasi dan sosialisasi terkait rokok ilegal.
“Dalam rangka optimisasi pendapatan cukainya, dan untuk itu kita mendapatkan alokasi 10 persen dari dana yang kita terima. Kegiatan itu di antaranya adalah berupa sosialisasi, edukasi kepada masyarakat, sampai dengan proses operasi rokok tanpa cukai atau ilegal,” ujarnya, Rabu (19/11).
Kemudian, mantan Kadis Kopumdag Tuban itu menjelaskan bahwa alokasi DBHCHT yang diterima Tuban menunjukkan tren menurun. Ia menyebut hal ini dipengaruhi sejumlah kebijakan yang harus dipatuhi daerah, serta belum adanya sentra industri hasil tembakau di Tuban. Menurutnya, keberadaan pabrik rokok atau industri pengolahan akan menjadi indikator penting yang dapat meningkatkan nilai perhitungan DBHCHT yang diterima daerah.
Berikutnya, penggunaan DBHCHT juga diarahkan untuk pengawasan rokok ilegal. Tim gabungan melakukan operasi di berbagai wilayah yang terindikasi menjual rokok tanpa cukai. Agus menyampaikan bahwa hasil pemantauan menunjukkan situasi peredaran rokok ilegal kini lebih terkendali setelah edukasi dan operasi lapangan dilakukan secara berkala.
Di sisi lain, sektor pemberdayaan turut diperkuat melalui sekolah lapang dan pendampingan teknis bagi petani tembakau. Pembinaan industri kecil hasil tembakau mulai digerakkan sebagai upaya awal meningkatkan nilai produk. Sentra tembakau di Soko, Senori, dan Parengan menjadi sasaran utama karena wilayah tersebut masih mengandalkan penjualan daun tembakau tanpa proses lanjutan.
Agar pelaksanaan program lebih efektif, imbuh Agus Wijaya, evaluasi dilakukan melalui Dashboard bersama tim provinsi. Sistem ini memantau serapan anggaran, perkembangan kegiatan, serta kebutuhan penyesuaian bila terjadi perbedaan antara rencana dan kondisi di lapangan.
Terakhir, Agus menambahkan bahwa arah kebijakan 2026 mencakup perbaikan tata kelola, pembaruan data petani dan buruh, penguatan capaian kesehatan, serta operasi rokok ilegal yang terintegrasi dengan Bea Cukai. Ia menilai edukasi kesehatan tetap penting karena konsumsi rokok memiliki dampak langsung bagi kualitas hidup masyarakat, sementara cukai berfungsi sebagai instrumen pengendalian sekaligus penerimaan negara.
Menutup perbincangan, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk turut menjaga ekosistem perdagangan yang sehat dengan mendukung gerakan gempur rokok ilegal. “Jangan membeli rokok tanpa cukai. Laporkan bila menemukannya agar ekonomi kita bergerak lebih sehat,” ujarnya. (yavid rp/hei)










