Gegara Disinformasi Covid-19, Pedagang Tempe Alami Kisah Pilu
- 04 June 2020 20:39
- Heri S
- Umum,
- 646
Tubankab - Meluasnya penyebaran Covid-19 membuat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melakukan operasi pasar dan melakukan rapid test kepada seluruh pedagang pasar setempat beberapa hari lalu. Hasilnya, 82 pedagang dinyatakan reaktif positif Covid-19, termasuk di antaranya pedagang tempe asal Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban.
Satu di antara 82 pasien yang dinyatakan reaktif adalah Nur Ali Hasan (45), yang bekerja sebagai seorang pedagang tempe di Pasar Kota Bojonegoro. Ia menyesalkan bocornya data lengkap pasien hasil rapid test serentak di Pasar Bojonegoro yang dihadiri oleh Kapolres dan Bupati Bojonegoro tersebut.
“Selang beberapa jam setelah rapid test, saya justru mengetahui dari rekan yang berada di Surabaya yang menghubungi melalui telepon mengatakan saya terpapar virus Corona,” terang Nur Ali ketika ditemui di rumahnya, Kamis (04/06).
Nur Ali Hasan menambahkan, setelah diketahui reaktif, ia diwajibkan oleh Pemerintah Desa untuk melaksanakan isolasi mandiri di rumah dengan mengunci pintu dari dalam selama 14 hari sambil menunggu hasil swab keluar, dan ternyata dinyatakan negatif.
Meski hasil swab negatif, oleh masyarakat maupun rekan-rekannya, Nur Ali Hasan tetap dicap sebagai orang yang terpapar Corona. Bahkan, para pelanggannya pun menjauhinya, sehingga dagangannya menjadi tidak laku.
Sementara itu, Kepala Desa Sumberejo, Kecamatan Rengel, Suhadi menyebutkan warganya seorang pedagang tempe di Pasar Bojonegoro yang dinyatakan reaktif saat jalani rapid test. Namun, saat jalani swab test, ia dinyatakan negatif. Ia telah mengalami kisah yang menyedihkan akibat beredarnya informasi yang seharusnya dirahasiakan ke publik.
“Saya merasa menyesal yang luar biasa atas miss-manajemen informasi tentang menyebarnya nama dan alamat pasien reaktif ke public. Seakan-akan beliau positif terpapar Covid-19,” tuturnya.
Suhadi juga berkata, berdasarkan hasil pemeriksaan rapid test yang reaktif bukanlah keputusan final terpapar virus, akan tetapi data pasien telah menyebar ke publik.
“Hasil yang reaktif ini bukanlah keputusan final, akan tetapi data pasien telah bocor dan menyebar ke publik, sehingga pasien mengalami kesulitan secara sosial dan ekonomi, sehingga untuk bekerja dan menafkahi keluarganya beliau sangat terzalimi. Ini akibat dari informasi yang salah kaprah dari Dinkes Bojonegoro," terang Kades di kantornya.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada masyarakat agar hal tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semuanya, dan diharapkan agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Sehingga, tidak ada lagi korban berikutnya. Karena akibat dari adanya informasi itu sangat merugikan orang lain, apalagi kondisi sosial masyarakat saat ini seperti ini.
"Disinformasi ini justru bisa membunuh pasien atau korban secara pelan-pelan jika tidak ada advokasi maupun edukasi dari pemerintah kepada masyarakat. Cukuplah kami pemerintah desa dan Pak Nur Ali yang menjadi korban dari kesalahan pemerintah, dan semoga ini dapat menjadi pembelajaran bersama bagi kita," pungkasnya. (chusnul huda/hei)