Foto : Bawaslu Tuban saat gelar tumpengan. (chusnul)

HUT ke-17, Bawaslu Konsisten Jaga Marwah Demokrasi

Tubankab - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Tuban menggelar tumpengan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Bawaslu tepat 9 April 2025, di kantor setempat, Rabu (09/04).

Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Tuban, Sutrisno Puji Utomo, M.H., ditemui usai tumpengan bersama komisioner Bawaslu Tuban lainnya mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) masih konsisten ikut menjaga marwah dan mengawal demokrasi di Indonesia.

"Tentu dengan komitmen ini akan mengingat bagaimana sejarah pengawasan terbentuk," ucapnya.

Pria yang pernah menjabat Ketua KNPI Tuban itu bercerita, pengawasan dimulai dari dinamika pada pemilu awal dimulai tahun 1955-1977 lalu, kala itu mulai terjadinya protes-protes kecurangan yang sangat masif mulai pada pemilu 1971 dan 1977.

"Pada tahun 1980 pemerintah bersama DPR merespon dengan dibentuknya Lembaga Pengawas Pemilu bersifat ad hoc melalui Undang-Undang nomor 2 tahun 1980 yang pada saat itu anggotanya terdiri dari 3 unsur, yakni pemerintah, parpol dan ABRI," beber Sutrisno.

Sehingga, lanjut dia, pada pemilu 1982 sudah ada lembaga yang bernama Panitia Pengawas Pelaksana (Panwaslak) Pemilu yang mulai ikut melakukan serangkaian pengawasan jalannya Pemilu.

"Berawal dari situ kemudian di era reformasi pada tahun 1999 muncullah UU Nomor 3 Tahun 1999 yang pada pokoknya untuk menjamin Pemilu yang Jujur, Adil, Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (Jurdil Luber)," timpalnya.

Pejabat alumnus S-2 Universitas Wijaya Kusuma Surabaya itu melanjutkan, pertama era reformasi dibentuklah lembaga pengawas pemilu yang jujur, bebas dan mandiri yang di dalamnya beranggotakan dari unsur masyarakat, hakim dan unsur perguruan tinggi.

Lembaga pengawasan ini kembali maju dan berkembang. Kemudian, memasuki tahun 2003 terbit Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu yang mengubah struktur organisasi lembaga pengawas pemilu secara mendasar sudah tidak ada unsur KPU, pemerintah hingga partai politik dalam anggota panwaslu dan diganti dari unsur kepolisian, kejaksaan, pers dan tokoh masyarakat serta masih bersifat ad hoc.

Karena masih dirasa banyak persoalan yang timbul akibat konflik-konflik kepentingan pada tahun 2007 melalui UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, di situ disebutkan lembaga pengawas pemilu bertransformasi dari semula ad hoc menjadi lembaga permanen di tingkat pusat. 

"Tetapi untuk provinsi hingga daerah masih bersifat ad hoc. Tujuan mempermanenkan lembaga ini untuk menguatkan independensi dan kualitas lembaga dalam mengawal demokrasi berkelanjutan," cerita dia.

Oleh karena itu, ia menegaskan sejarah mencatat pada Tahun 2008, Bawaslu Republik Indonesia pertama kali lahir dengan semangat mengawal demokrasi di Indonesia.

"Pada usia ke-17 ini Bawaslu selalu menunjukkan tren positif dalam pencegahan, pengawasan dan penindakan," akunya.

Harapan demi harapan yang baik setiap kali UU Pemilu dibahas oleh pemerintah dan DPR adalah penguatan demi penguatan atas keberadaan lembaga penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu untuk tetap bersifat permanen, agar tetap memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat untuk bersama mewujudkan demokrasi yang baik sesuai harapan dan cita-cita bersama rakyat Indonesia.

"Karena membangun sebuah demokrasi yang baik tidak bisa dibangun dengan waktu yang singkat atau ada di saat mendekati Pemilu," serunya.

Maka dari itu, penguatan ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) untuk kita semua, membangun sebuah negara dengan ratusan juta penduduknya dan pola pikir yang berbeda-beda adalah bukan hal mudah.

"Keberlangsungan lembaga penyelenggara pemilu yang berkelanjutan secara permanen menjadi hal yang tidak mustahil untuk tetap dipertahankan," harapnya. (chusnul huda/hei)

comments powered by Disqus