MUSEUM KAMBANG PUTIH

Museum Kambang Putih Tuban

Sejarah Kabupaten Tuban cukup menarik. Untuk dapat menikmati jejak sejarah tersebut, kita dapat melihatnya langsung di Museum Kambang Putih yang memiliki berbagai koleksi sejarah tentang Tuban dan daerah sekitarnya.

Museum Kambang Putih terletak di Jalan R.A. Kartini Nomor 3, Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Museum ini menempati lokasi yang sangat strategis, yakni berdekatan dengan Kantor Bupati Tuban, Alun-alun, dan Pantai Boom. Di sebelah Museum Kambang Putih, terdapat makam Sunan Bonang, sosok penyebar agama Islam di Tanah Jawa.

SEJARAH MUSEUM KAMBANG PUTIH

Kata “Kambang Putih” berasal dari sebuah prasasti yang dibuat oleh Raja Sri Mapanji Garasakan dan merujuk pada sebuah wilayah yang sekarang merupakan Kabupaten Tuban. Di dalam prasasti yang bertanda tahun 1050 M tersebut, Raja Sri Mapanji Garasakan menyebutkan bahwa Kambang Putih merupakan kota pelabuhan pada masanya. Pada abad ke-XI, Kambang Putih juga menjadi tempat berlangsungnya perniagaan antar pulau, bahkan benua.

Raja Sri Mapanji Garasakan merupakan raja pertama dari Kerajaan Janggala yang memerintah dari tahun 1042 hingga 1052. Kerajaan ini merupakan hasil ‘pecahan’ dari Kerajaan Kahuripan yang dirajai oleh Airlangga. Wilayah barat dijadikan Kerajaan Kadiri, sedangkan wilayah timur dijadikan Kerajan Janggala.

Kambang Putih merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Panjalu yang berperang dengan Kerajaan Janggala ini. Dalam prasasti Kambang Putih tersebutlah, Raja Sri Mapanji Garasakan menceritakan tentang kejadian Kambang Putih yang menyerang Istana Kerajaan Janggala. Meski diserang, kerajaan ini masih memberikan pujian “kota pelabuhan” kepada Kambang Putih di prasastinya.

Ada pula riwayat sejarah lain mengenai asal-usul nama Kambang Putih. Pada zaman dahulu kala, wilayah ini terlihat seperti gundukan pasir putih yang mengambang di lautan. Hal ini dikatakan oleh para pendatang dari Cina saat melihat wilayah ini dari jauh. Oleh karena itu, dapat kita artikan bahwa Kambang Putih berarti pasir putih yang mengambang.

Museum Kambang Putih merupakan  satu-satunya tempat wisata Tuban berupa museum. Museum Kambang Putih hanya memiliki 1 lantai dengan luas sekitar 150 m2 saja. Namun, hingga bulan Agustus 2021, koleksinya mencapai 5.774 buah.

Di Museum Kambang Putih, banyak koleksi benda-benda bersejarah. Salah satunya, sejarah band legendaris Indonesia yang berasal dari Tuban, yakni Koes Plus Bersaudara, berupa kaset dan foto.

Jenis koleksi di Museum Kambang Putih mayoritas peralatan laut yang didapat dari penyelaman di laut terutama Pantai Boom. Zaman dulu Pantai Boom pernah menjadi pelabuhan terbesar berskala internasional, sehingga menyimpan banyak benda-benda yang berkaitan dengan perlengkapan kelautan dari berbagai negara.

Terdapat pula fosil badak purba yang sudah berumur lebih dari 300.000.  Saat pertama kali ditemukan di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, fosil badak purba ini sudah membatu dan mengalami silifikasi.

Ada berbagai koleksi arca-arca kuno yang beberapa di antaranya sudah tidak utuh, tidak lagi memiliki kepala ataupun kaki. Juga ada arca Nandi yang dalam mitologi Agama Hindu merupakan lembu yang menjadi kendaraan Dewa Siwa. Jika di dalam candi terdapat arca Nandi, maka dapat dipastikan bahwa candi tersebut merupakan tempat pemujaan Agama Hindu aliran Siwa.

Museum Kambang Putih memiliki koleksi artefak Lingga dan Yoni. Dalam mitologi Hindu, Lingga merupakan perwujudan laki-laki karena bentuknya yang mirip dengan alat vital laki-laki. Sebaliknya, Yoni merupakan perwujudan perempuan sebab bentuknya mirip dengan alat vital perempuan. Dalam Agama Hindu, Lingga juga digambarkan sebagai simbol Dewa Siwa.

Museum kebanggaan Tuban ini juga memajang uang-uang kuno baik yang berbahan kertas maupun koin dari abad XIX-XX. Juga terdapat peralatan nelayan tradisional seperti dayung, jala atau jaring, tempat menyimpan ikan dan juga sepasang sandal yang terbuat dari kayu.

Museum Kambang Putih juga menyimpan Ongkek yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Tuban yang kini sudah langka bisa ditemui di Tuban. Ongkek merupakan alat untuk mewadahi Legen yang merupakan minuman tradisional khas Tuban.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Destinasi Wisata Terpadu, Dra. Santi Puji Rahayu, menyampaikan, museum sebagai pilihan wisata edukasi belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Padahal, berbagai hal penting nan bersejarah biasanya disimpan di museum.

Dikatakan, koleksi museum menyimpan budaya masa lalu sebagai pembelajaran bagi generasi yang akan datang. Selain itu, bisa juga sebagai sarana rekreasi dan media untuk mencari inspirasi.

Santi, sapaannya, menuturkan, pada masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) ini, pihaknya tak lantas berhenti beraktivitas. Selain kegiatan pameran dan konservasi benda-benda cagar budaya, Museum Kambang Putih Tuban memiliki sejumlah program publik yang bertujuan untuk penguatan dan penumbuhan pemahaman masyarakat luas akan budaya, seni, dan lainnya.

Beberapa program publik yang dilaksanakan antara lain Belajar Bersama Museum (BBM), kajian koleksi, lomba lukis, dan dongeng Bahasa Jawa. Berdasarkan keterangan Santi, BBM diselenggarakan untuk usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi, sedangkan kajian koleksi diperuntukkan bagi siswa tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Kami menyediakan layanan belajar museum baik secara langsung atau online bagi yang membutuhkan,” ucapnya.

Saat ini, Museum Kambang Putih fokus pada konservasi dan perawatan benda-benda koleksi. Selain itu, secara bertahap melakukan pembenahan sarana dan prasarana yang ada.

Terkait penambahan koleksi museum, imbuhnya, seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepercayaan masyarakat, Museum Kambang Putih menerima hibah pusaka dari masyarakat berupa keris, tombak, dan sebagainya. Benda-benda pusaka tersebut merupakan warisan dari nenek moyang atau para leluhur.

Suatu kebanggaan bahwa Museum Kambang Putih banyak memperoleh penghargaan serta menjadi rujukan dan tempat jujugan bagi para peneliti. Selain memiliki banyak koleksi tua, satu-satunya museum di Bumi Wali tersebut memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni di bidangnya.

“Bahkan di Jawa Timur, Museum Kambang Putih diakui sebagai salah satu museum dengan pengelolaan terbaik. Karena itu, kami sering dimintai pendapat tentang persiapan pendirian maupun pemeliharaan museum oleh daerah-daerah lain,” ungkapnya.

Museum yang lokasinya berdekatan dengan wisata religi Sunan Bonang ini semestinya dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Hanya saja, menurut Santi, karena beberapa alasan salah satunya banyaknya becak yang mangkal di depan museum, seringkali membuat pengunjung enggan mampir dan bahkan mengabaikannya.

Di masa pandemi ini, Museum Kambang Putih mengalami penurunan pada jumlah pengunjung. Jika sebelum pandemi pengunjung bisa mencapai lebih dari 12 ribu orang per tahun, kini hanya sekitar 3 ribu orang saja. Dari jumlah tersebut, 60 persennya merupakan pengunjung dari luar Kabupaten Tuban.

Oleh sebab itu, pihaknya berupaya melakukan pembenahan sarana prasarana. Pembenahan yang dilakukan antara lain mengubah warna cat museum dari putih menjadi oranye, pembenahan ruang pameran dan konservasi, juga pembangunan taman yang dapat dipakai swa foto oleh pengunjung. Apalagi, Museum Kambang Putih sudah memiliki logo sendiri. 

Berkunjung ke museum akan membawa kita berjalan mundur menikmati masa lalu, membawa kepada pengetahuan baru, dan menikmati masa kini yang merupakan buah perjuangan di masa lalu. Santi berharap, museum sebagai rumah budaya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan stake holder terkait.

“Semoga museum bisa lebih diminati, bukan sebarapa banyak jumlah pengunjung, tapi semakin banyak yang mendapatkan manfaat dari wisata edukasi ini. Namun, bagaimana pengunjung akan tertarik dan bangga dengan Tuban, kalau kita sendiri bahkan enggan untuk sekadar singgah di dalamnya,” pungkas Santi. (ydh)

comments powered by Disqus