YPM Tutup Kegiatan dengan Monev
- 02 April 2019 11:09
- Yolency
- Umum,
- 832
Tubankab - Yayasan Para Mitra Jawa Timur (YPM Jatim) menutup rangkaian kegiatan Program I-See 2019 dengan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kader dan Guru di Puskesmas Jenu, Tuban, Selasa (02/04).
Korwil Tuban YPM Jatim Rudi Wibowo saat dikonfirmasi mengatakan, selama Maret telah terlaksana sederetan kegiatan program I-See yang dilakukan oleh tim Para Mitra Kabupaten Tuban. Kegiatan tersebut meliputi pertemuan pegang indra dan data base Puskesmas serta rumah sakit yang diselenggarakan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tuban. Selain itu juga ada kegiatan refresh dokter Puskesmas dengan 3 peserta dan pelatihan refraksi tahap 2, serta ada pelatihan guru SMP/MTs sebanyak 4 tahap.
“Sebagai penutup kegiatan pada Maret 2019 telah dilakukan pula pertemuan kader dan guru yg diadakan di Puskesmas Jenu yang sebelumnya juga telah dilakukan di 10 Puskesmas lain yang menjadi intervensi program I-See pada 2018,’’ terang Rudi.
CO Program I-See Kabupaten Tuban, Erna Kusuma Sari menambahkan, pihaknya selalu melakukan pertemuan tiga bulanan yang digelar secara rutin. Terakhir kali, ujar Erna, pada pertemuan Desember 2018 ditemukan banyak permasalahan ketika evaluasi. Dari hasil tersebut telah diperoleh beberapa solusi yang disampaikan dalam pertemuan Maret 2019. Beberapa permaslahan tersebut antara lain adalah hambatan dalam melakukan sosialisasi, screening, serta kendala dalam memberikan rujukan dan hambatan pelaporan. Dari situ, pihaknya terus mencari solusi dengan berdiskusi antara para kader mata, CO Program I-See, Community Eye Nurse atau perawat mata masyarakat dan pemangku kebijakan.
“Secara keseluruhan hambatan yang dialami hampir sama dengan tiga bulan yang lalu, yaitu pasien tidak memiliki biaya, pasien takut datang ke Puskesmas atau tidak ada yang mengantar. Yang paling berat adalah karena takut, namun sudah diperoleh solusi dengan pendataan. Jika para kader yang menangani kasus tersebut memiliki data penderita, maka perawat mata atau dokter akan langsung terjun untuk melakukan pemeriksaan sendiri,” jelas Erna panjang lebar.
Sementara itu, di Desa Remen Kecamatan Jenu, perawat mata masyarakat bersama dokter dari Puskesmas setempat sudah turun langsung untuk melakukan screening pada lansia yag sudah terdeteksi menderita katarak dalam tiga bulan terakhir. Hasil dari kegiatan tersebut diperoleh banyak temuan pada program yang berjalan, salah satunya adalah kendala pada skema pelaporan.
Permasalahan tersebut segera dapat teratasi dalam diskusi antara pihak-pihak yang bersangkutan ketika diadakan pertemuan kader dan guru di Puskesmas Jenu pada Sabtu 30 Maret 2019 lalu. Puskemas yang bersangkutan sudah berinisiatif sendiri untuk membuat formulir rujukan satu bendel yang diberikan pada masing-masing desa. Dengan adanya formulir tersebut diharapkan temuan kader yang perlu dirujuk bisa langsung datang ke Puskesmas, perawat mata masyarakat juga sudah berkoordinasi dengan pihak Puskesmas agar pasien yang membawa surat rujukan segera diarahkan pada perawat mata untuk ditangani.
Irawan selaku Perawat Mata Masyarakat dari Puskesmas Jenu juga membenarkan adanya kendala tersebut. “Kita pengen ada persamaan persepsi cara pelaporan, jadi tidak ada yang melapor lewat WA, tidak ada yang melapor dengan laporan manual, tetapi formulirnya beda. Sehingga bisa satu persepsi cara pelaporannya satu form, selama ini program itu sudah berjalan, namun masih ada kendala terutama terkait katarak. Banyak yang tidak mau dirujuk dengan alasan sudah tua dan tidak ada keluarga, namun secara keseluruhan mereka sudah melakukan screening dan sudah dilaporkan, serta sudah ditindak lanjuti,” pungkasnya.
Selain Monev tiga bulanan, YPM Jatim juga telah memasuki pelatihan refraksi mata bagi dokter dan perawat tahap dua di RSNU Tuban. Setelah pelatihan tahap pertama dengan perolehan hasil yang memuaskan, pelatihan tahap dua ini juga diikuti dengan semarak oleh para peserta dari lima Puskesmas, yaitu Puskesmas Wire, Widang, Rengel, Soko dan Jenu yg digelar di RSNU Tuban.
Pihak RSNU Tuban dr. Diaz Alamsyah Sudiro, S.Pm selaku dokter mata mengatakan, antusiasme peserta dalam pelatihan refraksi tahap kedua sangat besar dan sangat luar biasa. “Mereka semua sangat bersemangat untuk mengikuti pelatihan sesuai arahan dan intruksi yang diberikan,” tukasnya.
Diaz berharap kelainan refraksi ringan seperti myopia, hipermetropia atau stigmatism ringan bisa selesai pada pelayanan tingkat pertama, agar persiapan kaca mata bagi pasien bisa selesai di Puskesmas dan tidak perlu dirujuk ke optik atau rumah sakit.
“Alur rujukan masih menitikberatkan pada kebijakan, karena ada tiga komponen yang berperan dalam pelayanan, yaitu stakeholder sebagai pemangku kebijakan atau dalam hal ini pemerintah, asuransi kesehatan atau yang menanggung pembiayaan, serta provider layanan kesehatan itu sendiri atau dalam hal ini Puskesmas. Ini merupakan satu langkah bagus karena sudah ada Komite Mata Daerah (Komatda) yang dapat menjembatani ketiga komponen tersebut,” ucap Diaz. (m nahrussodiq/hei)