JEJARING SOSIAL PICU PERNIKAHAN DINI
- 23 August 2017 12:26
- Yolency
- Kegiatan Pemerintahan,
- 802
Tubankab - Demi menurunkan angka pernikahan usia dini dan angka perceraian akibat perkawinan usia dini, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan Keluarga Berencana (Dispemas dan KB) Kabupaten Tuban melaksanakan pertemuan yang bertajuk “Pertemuan Koordinasi Upaya Penurunan Pernikahan Dini Melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) Bagi Paguyuban Penyuluh Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan Penyuluh Calon Mantin” di ruang rapat Setda Kabupaten Tuban, Rabu (23/08).
Selain dihadiri oleh PPKBD dan penyuluh calon mantin dari KUA, acara ini juga dihadiri oleh Pusat Informasi dan Konseling Remaja Kabupaten Tuban.
Dikatakan oleh pemateri dari Kementerian Agama Umi Kulsum, semua elemen masyarakat pada umumnya dan dinas terkait serta paguyuban maupun organisasi yang bersentuhan harus memiliki komitmen bersama tentang bagaimana cara mencegah dan mengurangi tingginya angka pernikahan usia dini. “Untuk Jawa Timur, Tuban berada di urutan ke-4 dari belakang untuk kasus ini,” bebernya.
Umi menuturkan, salah satu faktor penyebab tingginya angka pernikahan usia dini yakni, ketidaktahuan orangtua terhadap dampak dari pernikahan usia dini, sehingga perlu disampaikan melalui berbagai forum terhadap dampak tersebut. Dengan begitu, sambungnya, penurunan angka pernikahan usia dini bisa terwujud.
“Saat ini, terutama yang di desa-desa masih banyak orangtua yang berpikiran kolot. Ketika anak sudah mulai beranjak dewasa belum mendapat jodoh, takut dikatakan perawan tua,” kata Umi.
Selain itu, wanita berjilbab ini juga mengimbau, agar yang hadir dalam pertemuan kali ini terus berupaya memberikan pemahaman kepada orangtua terkait tujuan dari perkawinan, yakni apa yang dilakukan setelah perkawinan, sehingga orangtua akan berpikir ketika ingin menikahkan anak di usia yang belum tepat.
Selain faktor orangtua, maraknya pernikahan usia dini diyakini karena adanya jejaring sosial. Hal ini disebabkan, anak yang bermain jejaring sosial hanya melihat satu sisi, yakni melihat sisi kesenangan saja, tanpa memikirkan dampaknya di belakang hari.
“Mereka hanya tahu senang saja, tanpa berpikir dua kali. Jangan heran kalau banyak terjadi “kecelakaan”,” ujar Umi.
Masih menurutnya, jika angka pernikahan usia dini semakin tinggi, keluarga harmonis tidak mungkin bisa tercapai. Sebab, terang Umi, anak yang menikah di bawah usia 20 tahun belum memiliki kematangan dari segi emosi maupun fisik. “Bagaimana mungkin anak-anak bisa memberi ketenangan yang menjadi tujuan perkawinan? Kita yang sudah usia 40 saja terkadang masih suka seperti anak kecil,” tanyanya.
Selain itu, Umi juga menegaskan, tujuan pernikahan, di samping memberi ketenangan adalah menjaga pandangan serta memberi keturunan. Bagaimana bisa, lanjutnya, menjaga anak-anak mereka dari lawan jenis, jika saat ini media sosial menjadi prioritas. “Jangankan anak-anak, para orangtua pun banyak yang rumah tangganya berantakan akibat media sosial,” pungkas Umi. (nanang wibowo/hei)