Foto : Salah seorang pengrajin batik, Nanik (kiri) saat berada di gerainya. (mila)

Masuk Jadi Desa Devisa, Harapkan Kemajuan Untuk Desa Kelahiran

  • 18 November 2022 16:47
  • Heri S
  • Umum,
  • 655

Tubankab - Awal November lalu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa didampingi Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan LPEI Chesna F. Anwar, meresmikan enam desa devisa di Jawa Timur. Dua di antaranya adalah Desa Batik dan Tenun Gedog di Kabupaten Tuban, yaitu Desa Margorejo dan Desa Kedungrejo, Kecamatan Kerek.

Salah seorang pengrajin batik dan tenun gedog asal Desa Margorejo Nanik Hari Ningsih, mengaku bangga dan bersyukur atas capaian tersebut. Melalui proses kurasi yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) selama beberapa bulan, telah membuat desanya terpilih menjadi Desa Devisa.

“Tim LPEI melihat proses awal sampai akhir dalam kita memproduksi batik tulis dan tenun gedog. Dari tanam kapas sendiri, membuat benang, sampai proses menenun dan membatik,” kata Nanik kepada reporter Diskominfo-SP saat ditemui di galeri miliknya, Jumat (18/11).

Nanik yang telah memulai menekuni batik tulis tenun gedog mulai tahun 1998 ini menjelaskan, usaha yang ia jalankan telah menyerap tenaga kerja dari tetangga sekitar. Selain itu, juga memberdayakan para ibu rumah tangga untuk berkreasi di sela waktu luang mereka bertani di sawah. Tak hanya dari kalangan ibu-ibu hingga lansia, bahkan banyak anak muda yang juga bekerja sebagai penenun. Nanik sadar betul, dampak perkembangan usahanya adalah wujud pemberdayaan masyarakat dan telah berdampak pada perekonomian tetangga sekitar.

“Ada 35 orang pekerja harian tetap dan 60 lebih harian lepas. Hasilnya lumayan untuk ibu-ibu agar asap dapur terus mengepul,” ungkapnya.

Selama satu bulan, usaha tenun gedog milik Nanik, bisa memproduksi 400 potong gedog polos putih. Selanjutnya, akan disetor ke eksportir untuk pemasaran ke luar negeri. Ia juga banyak menerima pesanan untuk diekspor ke Negara Sakura Jepang, di mana gedog polos dijadikan sebagai bahan dasar kimono di sana. Adapun di dalam negeri, biasanya Nanik memasarkan produknya selain di galeri miliknya, juga melalui pameran di berbagai kota. “Alhamdulillah, kami aktif ikut pameran, dan laris manis,” cerita Nanik.

Nanik mengaku, sudah banyak masyarakat yang tahu tentang tenun gedog, namun masih butuh eksplorasi untuk jenis fashion yang ditawarkan untuk konsumen. Menurutnya, saat ini para pengrajin sudah adaptif dengan perkembangan fashion, mulai dari motif hingga bentuk karya. Sehingga banyak yang tertarik. Untuk hal tersebut, pelatihan yang diberikan oleh LPEI dan Pemprov Jatim sangat membantu pengembangan pola pikir para pengrajin.

“Kami dapat pelatihan terkait pemasaran, seperti bagaimana, jenis media apa dan lewat kerja sama seperti apa agar pasar kita lebih meluas,” terang Nanik.

Usai menjadi Desa Devisa, Nanik dan para pengrajin lain berharap, desa kelahirannya bisa berkembang. Selain itu, batik tulis tenun gedog dapat merajai pasar Indonesia hingga mancanegara. Nanik mengakui, dalam dua tahun terakhir merupakan cobaan berat bagi pengrajin, sebab covid-19 membuat pesanan jauh berkurang. Namun, semangat dari semua pihak serta berhasilnya Desa Kedungrejo menjadi Desa Devisa, membuatnya bangkit.

“Kita semangat kembali, karena niat kita selain untuk kesejahteraan, juga misi untuk melestarikan tenun ini bersama masyarakat,” pungkasnya. (nurul jamilah/hei)

comments powered by Disqus