MASYARAKAT MASIH TUMPANG TINDIH PAHAMI KONSEP GENDER
- 06 November 2017 14:47
- Yolency
- Kegiatan Pemerintahan,
- 974
Tubankab - Menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos dan P3A) selaku leading sector menggelar acara Sosialisasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) di ruang rapat Sekretaris Daerah Kabupaten Tuban, Senin (06/11).
Menurut Kepala Dinsos dan P3A Nur Jannah, SH. MM, peserta acara sosialisasi yakni dari Kepala Organisasi Kepala Daerah (OPD) dan Kepala Program pelaksana (Propel) OPD. Sebab ini berketaitan dengan anggaran dari masing-masing OPD.
“Kami memang masih belum paham terkait anggaran yang responsif gender, sehingga nara sumber kita datangkan dari Malang yang memang sudah berkompeten,” ungkapnya.
Masih menurut mantan Camat Jatirogo ini, sosialisasi ini diharapkan mampu menjadi momentum guna membangkitkan semangat dari OPD dalam mendukung kegiatan Dinsos dan P3A yang berkenaan dengan gender. Kegiatan PUG ini, sambungnya, tidak bisa terlaksana tanpa adanya kerjasama dari OPD lain.
Sementara itu Suti’ah selaku nara sumber yang diundang oleh Dinsos dan P3A Tuban dalam materinya menyampaikan, sejak adanya Inpres Nomor 9, sampai dengan hari ini, masyarakat secara luas masih tumpang tindih dalam memahami konsep gender. Padahal, terangnya, gender secara harfiah, berarti jenis kelamin yang bersifat kodrati dan universal serta kekal.
“Nilai sosial dan budaya tempat di mana perempuan dan laki-laki hidup memberikan atribut sosial yang disebut gender yang bersifat kontekstual bisa berubah,” terang ibu 3 orang anak ini.
Masih menurutnya, gender menjadi dasar pembagian peran, sifat, fungsi, dan ruang lingkup, serta tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan, sehingga dari konsep tersebut membawa konsekuensi adanya gap atau kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, imbuhnya, selama ini perempuan dianggap sebagai makhluk kelas dua dan lemah dibanding laki-laki.
“Dampak yang paling terasa dan bisa kita lihat, selama ini peran dari perempuan jarang terlihat, namun begitu ada perempuan yang bersuara, itu menjadi tantangan tersendiri, yakni masyarakat tidak dengan mudah menerimanya,” beber Suti’ah.
Lebih jauh perempuan dengan rambut sebahu ini menyampaikan, untuk indeks pertumbuhan manusia (IPM) harus juga melihat dari Indeks Pertumbuhan Gender (IPG) di mana, jelasnya, IPG dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni angka harapan hidup, angka harapan sekolah dan realisasi sekolah, serta tingkat pendapatan.
“Fakta yang terjadi di Jawa timur dan Indonesia, bahkan dunia, yakni kesenjangan gender dalam menerima manfaat pembangunan. Ke depan diharapkan semua OPD mampu merespon dengan PPRG, sehingga laki-laki dan perempuan bisa benar-benar setara,” tukasnya. (nanang wibowo/hei)