MINIMALISIR RISIKO BENCANA, BPBD CIPTAKAN INOVASI
- 08 September 2017 14:38
- Heri S
- Kegiatan Pemerintahan,
- 4445
Tubankab - Guna meminimalisir risiko bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban menciptakan sejumlah terobosan dan inovasi. Hal ini didasari atas pemahaman bahwa bencana tidak bisa dihambat maupun dicegah.
“Yang bisa kita lakukan, yakni mengurangi risiko bencana, karena risiko sama dengan bahaya dikali kerentanan dibagi kapasitas,” terang Kepala BPBD Kabupaten Tuban Joko Ludiono saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Jum’at (08/09) pagi.
Joko menjelaskan, indikator nyata dari terobosan tersebut, yakni dengan menjalin hubungan yang harmonis dengan alam, khususnya untuk daerah rawan bencana. Kemudian, sambungnya, mengajak masyarakat untuk melestarikan alam dan menjadikannya sebagai potensi.
“Kita sudah bentuk desa tangguh bencana, yakni desa yang memiliki kapasitas dalam hal tanggap bahaya bencana. Desa tangguh bencana harus memilik kesadaran, sarana, tempat evakuasi, dan juga jalur-jalur evakuasi, serta gudang logistik,” beber Joko panjang lebar.
Pria berkacamata ini berharap, pengurangan risiko harus menjadi budaya masyarakat sehari-sehari. Oleh sebab itu, BPBD membekali tanggap bahaya, yang dimulai dari keluarga. Di Desa Rahayu misalnya, ungkap Joko, warga diberikan pemahaman terkait bahaya dari gas beracun, kemudian disediakan masker sebagai perlindungan untuk mengantisipasi gas yang sewaktu-waktu bisa keluar.
“Itu inovasi kita secara sosial kemasyarakatan, karena inovasi tak hanya tentang teknologi. Dengan demikian, masyarakat tidak akan lagi menyalahkan Tuhan saat ada bencana. Sebab, tinggal di daerah-daerah tertentu yang notabene rawan bencana sudah menjadi pilihan hidup mereka,” ujarnya.
Selain inovasi secara sosial kemasyarakatan, BPBD juga menciptakan inovasi di bidang teknologi. Yakni berupa pemasangan cctv di sejumlah titik, sehingga masyarakat bisa melaporkan dengan cepat, dan sudah barang tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.
“Kita tahu, titik pantau Bengawan Solo titik berada di Babat. Padahal, air Bengawan Solo masuk dari Soko. Sehingga kalau ada pemantaun berdasarkan titik pantau yang dari Babat, selalu menyebutkan Tuban siaga 2. Padahal, Soko sudah kelelep duluan. Oleh karena itu, kita ciptakan e-warning system,” ungkapnya.
Inovasi ini, menurut Joko, sudah dimulai pada tahun ini, dan akan dipasang pada tiga titik. Yakni, Kali Kening, dan wilayah Soko. Sehingga, imbuh Joko, BPBD akan bisa memberikan informasi kepada masyarakat lebih awal.
Masih menurut mantan Camat Grabagan ini, e-warning system milik dinasnya akan disinkronkan dengan aplikasi ‘Taprose Temanku’ milik Dinas Komunikasi dan Informatika (DKI) Tuban dan ‘SIBI’ milik Polres Tuban. Sehingga, fakta di lapangan bisa dipantau secara langsung.
“E-warning system juga akan kita buat untuk bencana, seperti kebakaran serta korban tenggelam, lantaran kita sudah sering tertipu dengan laporan palsu. Padahal, pergerakan pasukan dan peralatan ke lokasi butuh biaya,” aku Joko.
Selain bidang sosial kemasyarakatan dan tekhnologi, sambung Joko, BPBD juga akan meluncurkan inovasi di bidang hukum. Oleh sebab itu, BPBD mengajak koordinasi Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), serta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) dalam pembuatan peraturan daerah (perda).
Joko mengaku, dirinya sudah meminta kepada Bappeda Tuban untuk meninjau ulang tata ruang. Ke depannya, sambungnya, tata ruang di Tuban harus berbasis pengurangan bencana. Sedangkan, untuk PRKP, Joko meminta agar izin mendirikan bangunan diberikan setelah dilihat kawasan yang akan didirikan bangunan berpotensi terhadap bencana atau tidak.
“Itu 3 inovasi dari BPBD, meski terkadang inovasi dan kreativitas beda tipis. Namun, kalau inovasi butuh biaya yang lumayan besar. Bencana bisa dikurangi, yang terpenting masyarakat harus tahu, di mana mereka bertempat tinggal, serta bahayanya seperti apa,” pungkasnya. (nanang rudi wibowo/hei)