PEMKAB LAKUKAN PENDEKATAN ADAT DAN BUDAYA DI ‘KAWASAN MERAH’
- 29 September 2017 13:46
- Yolency
- Kegiatan Pemerintahan,
- 1386
Tubankab - Pemkab Tuban berencana melakukan terobosan dengan memberikan pemahaman dan penyuluhan kepada masyarakat melalui pendekatan adat dan budaya serta kegiatan yang lebih bersifat religi di wilayah ‘kawasan merah’ atau daerah yang terkenal dengan aktivitas yang negatif. Pasalnya, tindakan berupa penegakan hukum yang dilakukan bersama aparat penegak hukum selama ini dinilai kurang bisa membuat masyarakat menjadi jera.
“Nanti kegiatan kita kasih nama Sambang Desa Nata Gama. Jadi daerah pengahasil arak dan kawasan prostitusi kita isi dengan kegiatan religi, dan tidak melulu operasi seperti biasanya. Ini sesuai dengan arahan pak bupati,” kata Kepala Bagian (Kabag) Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Tuban Eko Julianto kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (29/09).
Eko menyampaikan, kegiatan religi menjadi terobosan bagi dinasnya, lantaran rata-rata orang yang berkecimpung dengan dunia negatif tersebut merupakan orang-orang yang sisi religinya masih kurang.
“Kita nanti hanya dari sisi religi, lebih kepengisian rohaninya, sedangkan untuk pemberdayaannya, itu nanti dinas terkait yang berkompeten,” imbuhnya.
Dikatakan oleh mantan Camat Semanding ini, konsep yang akan diusung oleh program Sambang Desa Nata Gama ini, yakni melakukan pendekatan religi dengan mengusung adat lokal dari daerah setempat.
“Nanti itu kita tidak pakai seperti pakaian kyai-kyai itu, tapi kita duduk berbincang dengan santai. Sebab, kalau dengan sentuhan adat lokal, pasti banyak yang mau berkumpul. Berbeda halnya kalau terlalu formal, seperti pengisian acara pengajian. Mungkin kesempatan pertama yang akan mengisi itu bapak bupati sendiri,” jlentrehnya.
Masih menurut Eko, dalam penyampaianya nanti, pengisi acara atau pemberi siraman rohani tidak akan langsung memberikan tausiyah yang tergolong berat, namun akan mencoba mengikuti alur dari penduduk setempat.
“Dalam penyampaian nanti, kita mengalir saja, namun tetap kita masuki unsur religi. Untuk bulan kedua mungkin baru bisa untuk unsur religi yang lebih banyak. Istilahnya kita hafal arena dulu,” beber Eko.
Sosok yang pernah memimpin Kecamatan Senori selama 4,5 tahun ini juga tidak menampik jika program dari bagian yang dulu dipimpin oleh Sudarmaji ini dikatakan mirip dengan cara yang dilakukan oleh wali sanga dalam mengislamkan nusantara, yakni dengan pendekatan adat dan budaya.
“Kalau dulu Sunan Kalijaga itu gunakan media wayang, sekarang kita gunakan adat lokal. Seperti yang di daerah Prunggahan itu, nanti kita ajak sanduran, dengan begitu pasti akan lebih mengena,” aku Eko. (nanang wibowo/hei)