NILAI INDEKS RISIKO BENCANA DI TUBAN TINGGI

Tubankab - Kabupaten Tuban termasuk wilayah yang memiliki risiko bencana tinggi. Ini berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) pada 2013 silam. Nilai indeks risiko bencana untuk wilayah Kabupaten Tuban mencapai skor 175.

“Wilayah Kabupaten Tuban menempati urutan 145 dari 496 kabupaten/kota se-Indonesia yang rawan terhadap risiko bencana,” tandas Bupati Tuban H. Fatchul Huda saat memimpin apel Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir, Tanah Longsor, Angin Puting Beliung, dan Rob di Alun-alun Tuban, Jumat (24/11).

Menurut Huda, ada berbagai potensi ancaman yang sering melanda Kabupaten Tuban, baik yang bersifat bencana alam maupun non bencana alam, seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, dan tanah longsor, kebakaran pemukiman dan lahan, serta bencana lainnya.

Lebih jauh bupati dua periode ini menjelaskan, bencana yang sering terjadi lebih banyak yang bersifat hidrometeorologi. Hal ini disebabkan wilayah Tuban yang dilalui oleh Bengawan Solo, di mana, terang Huda, keberadaan sungai terpanjang di pulau jawa tersebut, selain memberi manfaat bagi perkembangan pertanian, juga merupakan potensi ancaman terjadinya banjir.

“Kejadian-kejadian tersebut (bencana) seolah sudah menjadi kejadian rutin yang harus kita hadapi bersama,” ujar Huda.

Bupati yang juga seorang ulama ini, meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk, menjadikan bencana yang terjadi sebagai pelajaran hidup dan bahan evaluasi. Sehingga, imbuhnya, dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar, atau sebisa mungkin diminimalisir.

Untuk mengurangi dampak risiko bencana, Huda menuturkan harus dilakukan upaya mitigasi, baik mitigasi bencana struktural maupun non struktural. Yakni, terang Huda, dengan membuat perencanaan-perencanaan penanggulangan bencana, seperti pembuatan rencana kontijensi (kemungkinan), rencana aksi dan rencana operasi penanggulangan bencana, serta pembuatan peta bencana di Kabupaten Tuban yang bertujuan, agar dapat menentukan indikator dalam meminimalisir dampak bencana.

“Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pada pasal 33 disebutkan penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahap, yakni pra bencana, saat tangap darurat,dan pasca bencana,” beber Huda.

Suami dari Hj. Qodriyah ini menjelaskan, upaya penanggulangan bencana merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan mulai tahap sebelum, saat terjadi bencana, dan setelah bencana.

Bapak 4 orang anak ini tidak menampik bahwa bencana merupakan kejadian yang lintas ruang dan waktu. Oleh karena itu, lanjutnya, upaya penanggulangannya tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, yaitu pemerintah. Tetapi, keterlibatan masyarakat dan dunia usaha merupakan komponen wajib yang ikut terlibat dalam upaya penanggulangannya.

“Salah satu upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah dengan mengoptimalkan peran para stakeholder yang terlibat dalam penanggulangan bencana yang berasal dari masyarakat itu sendiri,” lontar Huda.

Diakhir sambutannya, Huda meminta agar ada koordinasi yang lebih baik antara komponen dalam menangulangi bencana. Dengan demikian, terangnya, penanggulangan bencana bisa berjalan dengan lebih baik dan tidak akan terjadi kesalahpahaman antarpihak. (nanang wibowo/hei)

comments powered by Disqus