Pasca KLB Difteri, Pemerintah Lakukan Imunisasi Massal
- 05 October 2018 14:17
- Yolency
- Kegiatan Pemerintahan,
- 1301
Tubankab - Pasca ditetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Provinsi Jawa Timur pada 2017 silam, pemerintah mengadakan imunisasi secara massal untuk menanggulangi KLB Difteri pada 2018 ini.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tuban dr. Atiek Supartiningsih menjelaskan, pada awal Provinsi Jawa Timur terjadi KLB difteri, yakni di mana kasus difteri yang sebelumnya tidak ada ataupun sedikit ditemukan, di akhir 2017 terdapat banyak kasus difteri ditemukan di kabupaten/kota di Jawa Timur. Sehingga, lanjut Atiek, Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai daerah KLB difteri.
Menurutnya, terdapat beberapa kriteria hingga bisa disebut KLB difteri, yakni apabila ditemukan kasus difteri, sudah dianggap KLB difteri. “Karena sebelumnya tidak ada,” jelasnya kepada reporter tubankab.go.id di ruang kerjanya, Jumat (05/10).
Termasuk di Kabupaten Tuban sendiri, ujar Atiek, sebelumnya hanya terdapat beberapa kasus, namun pada akhir 2016 hingga selama 2017, kurang lebih terdapat 16 kasus difteri. “Tapi di luar kabupaten atau kota lain malah lebih tinggi lagi,” tegasnya.
Oleh sebab itu, kebijakan dari pemeritah pusat sampai tingkat kabupaten/kota menyelenggarakan imunisasi secara massal guna menanggulangi KLB difteri, atau istilahnya Outbreak Response Immunization (ORI), yakni imunisasi yang diberikan apabila ditemui kasus KLB difteri. “Jadi bukan imunisasi rutin, tetapi imunisasi tambahan sebagai jalan untuk menanggulangi KLB difteri,” ucap Atiek.
Direncanakan, imunisasi massal ORI pada tahun ini akan dilaksanakan 3 kali, yakni pada Februari dan Juli lalu, serta pada November mendatang. “Kita sudah melaksanakan dua kali, dan yang terakhir November besok,” tuturnya.
Imunisasi ORI massal ini dilakukan kepada anak berusia 1-19 tahun, yakni mulai di Posyandu, PAUD, TK, SD,SMP, dan SMA. Untuk Kabupaten Tuban sendiri, kurang lebih terdapat sekitar 305 ribu anak yang ditargetkan untuk mendapatkan imunisasi ORI massal ini. “Targetnya adalah di atas 90 persen dari total target tersebut,” ucapnya.
Di sampaikan Atiek, pada imunisasi tahap satu dan dua sudah mencapai target, yakni tepatnya hingga tahap kedua sudah mencapai sekitar 96 persen.
Dijelaskannya bahwa imunisasi ORI massal ini memang direncanakan hanya pada 2018 ini saja. Sehingga, lanjut Atiek, secara medis penanggulangan difteri dengan tiga kali imunisasi ini, sudah cukup untuk mengatasi KLB difteri tersebut.
Selain itu, informasi yang beredar bahwa imunisasi haram dan sebagainya, dijelaskan Atiek, memang fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa terdapat salah satu vaksin, yakni vaksin Measles Rubella (MR) hukumnya haram. Akan tetapi, masih lanjutnya, dikarenakan tidak ada vaksin lain yang bisa digunakan, akhirnya hukum tersebut tidak menjadi haram, tetapi mubah. “Jadi boleh dilakukan dalam kondisi darurat secara syariat,” jelasnya.
Sedangkan, sambungnya, untuk vaksin difteri ini, tidak ada fatwa haram dari MUI. Sehingga, masyarakat diharapkan tidak mempermasalahkan terkait halal dan haramnya.
Ditegaskannya, apabila anak tidak diimunisasi, maka akan terkena difteri. Dan apabila tidak ditangani dengan tepat, bisa mengakibatkan hingga meninggal dunia. “Jadi, kalau melihat dari bahayanya, lebih baik dilakukan imunisasi difteri,” terangnya.
Ia berharap agar masyarakat bisa mengajak putra putrinya untuk melakukan imunisasi. “Artinya jangan takut dengan imunisasi,” pungkasnya. (tauviqurrahman/hei)