Pegiat Disabilitas Nasional asal Tuban Mampu Raih Magister, Ini Sosok dan Kiprahnya
- 30 September 2022 17:03
- Heri S
- Umum,
- 1028
Tubankab - Salah seorang perempuan penyandang disabilitas cerebral palsy, Fira Fitri Fitria, harus berjuang dengan berbagai macam terapi sejak usia dua tahun.
Diusianya yang ke-35 ini, cewek kelahiran Tuban, 11 Juni 1987 ini mampu membuktikan bahwa perempuan dengan disabilitas masih bisa berdaya dan memperoleh hak-hak yang sama seperti masyarakat lainnya.
Warga Kelurahan Latsari, Kecamatan Tuban yang aktif sebagai Pegiat Disabilitas Nasional (PDN) ini membuktikan capaiannya dalam menyelesaikan pendidikan program Magister Kebijakan Publik di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 10 Agustus 2022 lalu dan menunggu diwisuda. Fira, sapaan akrabnya, juga tengah disibukkan dengan pekerjaan barunya sebagai asisten peniliti dalam projek-projek tentang isu disabilitas yang dilakukan oleh Unair Surabaya.
Fira merupakan salah satu difabel yang paling getol menyuarakan isu-isu tentang disabilitas, terlebih jika itu menyangkut kaum perempuan. Sudah banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perempuan pengguna kursi roda ini, termasuk mendatangi para penyandang disabilitas yang sedang dalam masalah. Tujuannya, untuk memotivasi mereka agar selalu optimis dan bangkit kembali.
Salah satu upayanya adalah untuk menggandeng para penyandang cerebral palsy yang lain dalam menyambut Hari Cerebral Palsy se-Dunia yang selalu diperingati setiap awal Oktober. Upaya itu dilakukan agar para difabel yang lain juga ikut termotivasi atas perjuangan yang dilakukan Fira dan terus berjuang untuk dapat merenda asa.
"Saya akan terus berjuang untuk menyuarakan kesetaraan dan hak-hak penyandang disabilitas hingga Indonesia ini siap inklusi dan ramah terhadap disabilitas," ucap Fira saat ditemui awak media di salah satu kafe di Tuban, Jumat (30/09).
Kini, Fira juga tengah sibuk mendampingi seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi tentang disabilitas. Ia ingin membagikan kisah hidupnya dan bagaimana ia berjuang sejak kecil, yang harus terus melakukan terapi dari usia 2 tahun hingga 25 tahun.
“Saya juga ingin cerita soal hal-hal pahit lain yang saya alami, serta bagaimana saya terus bisa bangkit hingga hari ini," ungkapnya.
Salah seorang mahasiswa Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama (IIKNU) Tuban, Wahyu Putri Khoirunisa, adalah salah satu orang yang sering dibantu oleh Fira. Nisa, panggilan akrabnya sempat mengalami kesulitan dalam mengerjakan skripsinya, lalu meminta bantuan kepada Fira.
"Mbak Fira itu orangnya ringan tangan dan selalu siap ketika dimintai bantuan tanpa pandang bulu. Selain orangnya ramah dan pinter, beliau juga sangat peduli apalagi kalau sesama perempuan. Saat kesulitan mengerjakan skripsi, Mbak Fira dengan sukarela membantu memberikan pengarahan dan motivasi bagi saya," terang Nisa. (m nahrus s/hei)