Sekolah Paralegal Berbasis Perempuan Pesisir Kembali Digelar
- 04 August 2020 20:08
- Heri S
- Umum,
- 640
Tubankab - Sedikitnya 28 perempuan asal Desa Socorejo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban mengikuti Sekolah Paralegal Berbasis Perempuan Pesisir, di balai desa setempat, Selasa (04/08).
Sekolah Paralegal ini merupakan kerjasama Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban, Kementerian Hukum dan HAM RI, Forum Pengada Layanan (FPL) serta Pemdes Socorejo.
Koordinator fasilitator kegiatan ini, Suwarti menyampaikan, pelaksanaan sekolah paralegal hari ini adalah pertemuan yang ke-6, dan masih ada pertemuan 1 kali lagi tentang praktik persidangan, yang akan diperankan oleh peserta sekolah paralegal.
Perempuan yang juga aktivis ini menuturkan, program sekolah paralegal ini sebenarnya adalah program yang rencananya dilaksanakan pada Februari-Maret 2020, namun gegara pandemi Covid-19, maka baru bisa dilanjutkan saat ini.
"Kita lanjutkan sekolah paralegal yang sempat tertunda ini, meski begitu kita tetap terapkan protokol kesehatan," tuturnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, sekolah paralegal ini sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan akses layanan keadilan bagi perempuan dan anak serta masyarakat miskin, untuk itu KPR kembali membuka sekolah Paralegal Perempuan Pesisir dan Penyuluhan Hukum Beserta Pemberdayaan Hukum di Desa Socorejo, Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban.
"Ini sebagai bentuk usaha penguatan kemampuan komunitas dalam praktik penanganan kasus korban kekerasan perempuan dan anak. Melalui tahapan-tahapan materi yang akan diberikan," kata Suwarti.
Harapannya, imbuh Suwarti, dari Sekolah Paralegal Perempuan Pesisir akan muncul kader (Paralegal) yang bisa melakukan usaha-usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik tingkat desa maupun daerah dan para paralegal mempunyai pemahaman bersama tentang kekerasan berbasis gender serta meningkatnya keterampilan para paralegal dalam melakukan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Sementara itu, Direktur Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Nunuk Fauziyah, menambahkan banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak, menjadikan semangat KPR mendorong pemerintah agar tidak abai terhadap pencegahan, penanganan dan pemberian hak pada perempuan dan anak korban kekerasan.
Menurutnya, adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Permenkumham Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2015 Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin, Peraturan Daerah Kabupaten Tuban nomor 22 Tahun 2018 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin, menjadi semangat bersama dalam menebar benih kebaikan dalam mencetak kader-kader paralegal yang memiliki perspektif perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.
"Sekolah paralegal tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang keparalegalan, menciptakan paralegal yang responsif serta terbentuknya jaringan untuk membantu memfasilitasi proses advokasi, baik secara litigasi maupun nonlitigasi dalam memperjuangkan hak-hak perempuan korban kekerasan," harap perempuan yang juga Dewan Pengarah Nasional (DPN) FPL wilayah Jatim-Bali ini. (chusnul huda/hei)