UJI KONSEKUENSI INFORMASI, DJAMIL : TAK SEMUA INFORMASI BISA DI-PUBLISH

Tubankab - Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tuban menggelar acara Uji Konsekuensi Informasi yang dikecualikan di ruang rapat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tuban, Jumat (08/12).

Kegiatan ini bertujuan mengimplementasikan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yakni memilah beberapa informasi yang berkaitan dengan keamanan negara dan penyelenggaraan pemerintah.

Acara ini mendatangkan 4 narasumber, yakni, Kasi Layanan Informasi Publik pada Diskominfo Provinsi Jawa Timur Agus Dwi Munahan, Tim Ahli DPRD Provinsi Jawa Timur Dr. Rusdianto Sesung, S.H. MH, anggota Komisi Informasi Publik Provinsi Jawa Timur Wahyu Kuncoro, dan pakar PPID Djoko Tetuko.

Dalam sambutannya, Sekretaris Diskominfo Kabupaten Tuban Ir. Achmad Sofyan Djamil, MM menyatakan, masyarakat sangat berharap keterbukaan dari pemerintah, namun keterbukaan harus dilihat sisi maslahat dan masalahnya. Sehingga, imbuhnya, apabila dalam rangka kemanfaatan bersama, maka segala bentuk informasi bisa diberikan.

“Kalau keterbukaan itu terkait bagaimana baiknya, bagaimana adilnya, pasti kita ragu dalam memberikannya,” ujar Djamil.

Namun demikian, pria 55 tahun ini menegaskan, dalam dinamika berbagai kepentingan tentu tidak semua informasi bisa di-publish kepada publik. Sebab, terdapat ketentuan dan memiliki payung hukum agar dikecualikan.

“Kita harap narasumber bisa memberikan pencerahan terkait hal-hal yang dikecualikan. Kendati dalam amanat undang-undang sudah rinci, implementasinya perlu penjabaran lagi,” harapnya.

Sementara itu, Kasi Layanan Informasi Publik pada Diskominfo Provinsi Jawa Timur Agus Dwi Munahan berpendapat, sebelum mengajukan uji konsekuensi, harus melalui beberapa tahap, yakni berupa daftar informasi publik yang telah diklasifikasikan.

Lebih lanjut, Agus, sapaan akrabnya, menjelaskan sesuai dengan amanat undang-undang, tahapan yang harus dilakukan oleh PPID, minimal adalah menyusun daftar informasi publik dan klasifikasi, kemudian baru menyusun inventarisasi daftar informasi publik yang akan dikecualikan.

“Sebelum melakukan suatu informasi yang akan dikecualikan, paling tidak kalau sudah punya daftar informasi publik, kita harus punya dasar hukum,” lontar Agus.

Masih pada acara yang sama, Tim Ahli DPRD Provinsi Jawa Timur Dr. Rusdianto Sesung, S.H. MH menyampaikan, keterbukaan informasi sangat penting bagi penyelenggaran pemerintahan. Sebab, transparansi adalah ruh dari pemerintahan itu sendiri, di mana satu sisi mengandung tuntutan masyarakat dan sisi lainnya mengandung akan akuntabilitas.

“Kalau kita bicara keterbukaan informasi publik, maka tidak lepas dari god governance,” ujarnya.

Lebih jauh, Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Narotama Surabaya ini menerangkan, dalam memberikan pengecualian informasi, pemerintah dalam hal ini PPID harus melihat dasar hukum yang memayungi kewenangannya, yakni perundang-undangan, asas-asas umum pemerintahan yang baik dan kebijakan pemerintahan.

“Kebijakan ini bisa berupa surat edaran misalnya, karena beleidsregel (peraturan kebijakan),” pungkas Rusdi. (nanang wibowo/hei)

comments powered by Disqus