Cara Perempuan Milenial di Tuban Memaknai Cita-Cita Kartini
- 21 April 2023 07:38
- Heri S
- Umum,
- 745
Tubankab - Tanggal 21 April menjadi hari istimewa bagi perempuan Indonesia. Pasalnya, setiap tahunnya menjadi pengingat akan perjuangan sosok perempuan yang dikenal sebagai R.A. Kartini. Perempuan yang lahir di Jepara tahun 1879 ini menjadi simbol perjuangan atas kesamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Melalui tulisan-tulisan Kartini menjadi cikal bakal perjuangan kesataraan bagi perempuan atau lebih dikenal emansipasi wanita.
Setelah lebih dari satu abad lamanya sejak kepergian Kartini di tahun 1904, menarik untuk mengetahui masihkah esensi perjuangan tersebut terpartri di benak perempuan Indonesia? Apakah cita-cita Kartini sudah terwujud dan seperti apa manifestasinya?
Nah, reporter Diskominfo-SP Tuban M Agus H, mencoba menggali makna atas gagasan emansipasi Kartini bagi generasi milineal kepada salah satu aktivis perempuan di Kabupaten Tuban, Nidya Marfis Herbiyanti. Dia adalah Ketua Pengurus Cabang Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Tuban periode 2021-2022 dan kini menjadi anggota Komisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Tuban. Berikut ini petikan wawancaranya.
Menurut Anda, apa makna peringatan Hari Kartini?
Hari Kartini merupakan momentum perjuangan seorang perempuan untuk mendapatkan kesetaraan terutama di bidang pendidikan sehingga perempuan tidak hanya berkutat di ranah domestik saja.
Sejatinya cita-cita R.A. Kartini ini sangatlah sederhana, yaitu sebuah gagasan bagi perempuan terutama bagi mereka yang berasal dari golongan rakyat biasa untuk mendapatkan pendidikan. Perempuan dari kalangan biasa dicita-citakannya mampu mengenyam pendidikan yang setara seperti laki-laki maupun putri-putri bangsawan pada zaman dahulu.
Bagaimana Anda memaknai Hari Kartini di era milenial ini?
Memaknai Hari Kartini pada era saat ini, perempuan-perempuan harus lebih memperdalam lagi literasinya dan juga wawasannya. Ini menjadi wujud atas refleksi akan ide dan perjuangan Kartini di masa sekarang.
Kita sebagai seorang perempuan yang terlahir di Bumi Pertiwi ini janganlah mengotak-ngotakkan atau melakukan justifikasi terhadap suatu pemikiran yang digagas para pendahulu kita, salah satunya RA Kartini. Tidak semuanya warisan leluhur kita bersifat patriaki, namun akan lebih baik kedua pemikiran tersebut itu kita kolaborsikan untuk kemajuan perempuan Indonesia.
Sebagai seorang aktivis perempuan yang juga tergabung dalam KPI Cabang Tuban, menurut Anda bagaimana kondisi perempuan di Kabupaten Tuban saat ini? Apakah sudah menjiwai cita-cita dari gagasan besar RA. Kartini?
Menurut saya, saat ini perempuan di Kabupaten Tuban terus proses tahapan menuju apa yang menjadi cita-cita Ibu Kartini. Melandaskan pemikiran pada konsep emansipasi yang digagas Kartini, perjuangan emansipasi perempuan di Kabupaten Tuban tampak pada beberapa kegiatan.
Pada organisasi Kopri Tuban terdapat berbagai pelatihan baik formal maupun nonformal yang selaras dengan visi Kopri, yaitu terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Saya berkeyakinan untuk memulai suatu perubahan, dimulai dari lingkungan terdekatnya terlebih dahulu. Karenanya, para kader mendapatkan bekal untuk meneruskan ilmunya ke wilayahnya masing-masing.
Sementara itu, Komisi Perempuan Indonesia mengembangkan program Sekolah Inklusif Masyarakat Kabupaten Tuban (Simasku). Program Simasku sebagai upaya KPI Tuban untuk melakukan pemberdayaan perempuan dan meningkatkan SDM perempuan di Tuban. Kontribusi perempuan sangat dibutuhkan terhadap pembangunan suatu daerah. Setidaknya tiap perempuan memegang peranan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Bagaimana menggugah semangat Kartini pada generasi muda perempuan?
Salah satu caranya dengan membuat program dan kegiatan yang bersifat kekinian dan “related” dengan perempuan saat ini. Menurut saya, ketika suatu organisasi atau program kegiatan yang tujuannya untuk pemberdayaan perempuan perlu dikemas semenarik mungkin agar banyak pemudi tergerak untuk terlibat. Selain itu juga harus mampu mengangkat isu-isu perempuan yang sedang tren.
Bagaimana perempuan milenial menyikapi kemajuan teknologi ?
Perempuan harus melek teknologi menjadi salah satu cara mendongkrak kualitas sumberdaya manusia dan kompetensi perempuan. Penggunaan teknologi tersebut juga harus bijak agar tidak menimbulkan hoax.
Saya ingin mengutip perkataan Ki Hajar Dewantara yang selalu saya ingat, yiatu “Janganlah tergesa–gesa meniru cara modern atau cara eropa. Jangan juga terikat oleh rasa konservatif atau rasa sempit, tetapi cocokanlah semua barang dengan kodratnya”. Kata-kata tersebut sangat relevan dengan apa yang menjadi cita-cita dan emansipasi perempuan yang digagas RA Kartini di masa kini. (*)