Dinsos Gelar Rakor Bulanan PKH, Rita : SDM PKH Tidak Boleh Terlibat Kegiatan Politik
- 06 November 2018 16:53
- Heri S
- Kegiatan Pemerintahan,
- 1043
Tubankab - Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos, P3A) Kabupaten Tuban, menggelar rapat pertemuan rutin pendamping sosial Program Keluarga Harapan (PKH) kegiatan manajemen tim koordinasi di aula kantor setempat, Selasa (06/11).
“Dalam Rakor bulanan ini, kita akan membahas beberapa persoalan terkait Sumber Daya Manusia (SDM) PKH ini, salah satunya terkait kode etik SDM PKH dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019,” terang Kepala Bidang Pengembangan, Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinsos, P3A Tuban Rita Zahara Afrianti, AP, MM, kepada reporter tubankab.go.id.
Rita menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini akan membahas terkait sikap SDM dalam menghadapi Pemilu pada 2019 mendatang, di mana, sama seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sesuai dengan ketentuan kode etik bahwa SDM PKH tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik, baik menjadi tim sukses, pengurus, maupun tim kampanye.
Selain itu, ditambahkannya, dalam pertemuan ini juga akan dibahas mengenai persiapan Gelar Aksi Pilar-pilar Kesejahteraan Sosial di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang direncanakan akan berlangsung pada 27 Januari mendatang. “Kegiatan tersebut akan mengundang semua SDM PKH,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dalam kegiatan tersebut juga akan dibahas terkait status Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) SDM PKH, yakni di mana pada bulan sebelumnya masih dibayar secara kolektif atas nama PKH , dan saat ini para SDM PKH akan diberikan pilihan untuk membayar secara kolektif atau mandiri. “Dan rencananya teman-teman mau minta mandiri,” terangnya.
Kemudian, Rita mengaku bahwa terkadang, pihaknya masih menerima komplain dari kepala desa (kades), perangkat desa, kecamatan maupun masyarakat umum terkait peserta PKH yang dianggap mampu. Padahal, lanjut Rita, PKH berbeda dengan bantuan sosial lainnya. Di mana PKH merupakan bantuan sosial bersyarat, dalam arti bantuan sosial untuk masyarakat miskin yang mempunyai salah satu komponen, seperti keluarga yang mempunyai anak balita, ibu hamil (menyusui), mempunyai anak sekolah, disabilitas, dan lansia dengan umur 70 tahun ke atas.
“Sehingga, mereka bukan hanya miskin, namun juga mempunyai beberapa komponen tersebut . Jadi tidak bisa, misalkan satu keluarga dianggap miskin, tapi dia cuma tinggal berdua suami-istri yang masih sehat dan muda, itu tidak bisa masuk PKH,” ungkapnya.
Apabila ditemukan peserta yang dianggap sudah mampu oleh desa, maka lanjut Rita, bisa diusulkan pengaktifannya melalui musyawarah desa (musdes) dan di-update melalui operator Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) Desa.
Sementara itu, Koordinator Kabupaten (Korkab) PKH Tuban Yulinda Hidayati menjelaskan, dalam kegiatan ini juga akan dibahas terkait bantuan tahap keempat PKH, yang seharusnya sebesar Rp 390.000 saat ini menjadi Rp 266.350. Hal tersebut, masih lanjutnya, dikarenakan dana dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI tersedot untuk bantuan bencana di Lombok dan Palu.” Sehingga, sebagian dana diarahkan kepada bantuan bencana,” terang perempuan yang akrab disapa Linda ini.
Ditambahkannya, untuk tahun 2019 sistem penerimaan bantuan PKH akan diganti sesuai dengan komponen bantuan sosial PKH, di mana biasanya bantuan diberikan secara flat sebesar Rp 1.890.000 per tahun, untuk 2019 akan dibayarkan sesuai jumlah komponen peserta PKH.
Ia menjelaskan rincian komponen bantuan sosial PKH pada 2019 sebagai berikut, untuk bantuan tetap (pokok) sebesar Rp 550.000, bantuan tetap wilayah PKH Akses sebesar Rp. 1 juta per tahun, bantuan kesehatan ibu hamil sebesar Rp. 2.400.000 per tahun, bantuan kesehatan anak usia 0 s.d 6 tahun sebesar 2.400.000 per tahun, bantuan pendidikan SD/MI/sederajat sebesar Rp 900.000 per tahun, bantuan pendidikan SMP/MTS/sederajat sebesar Rp 1,5 juta per tahun, bantuan pendidikan SMA/MA/sederajat sebesar Rp 2 juta per tahun, bantuan kesejahteraan sosial lanjut usia sebesar Rp 2.400.000 per tahun, dan bantuan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas berat sebesar Rp 2.400.000 per tahun. “Jadi jumlah bantuannya berbeda-beda sesuai komponen tersebut,” tutup Dinda. (tauviqurrahman/hei)