KORUPSI JADI PENGHAMBAT PERSAINGAN GLOBAL
- 08 May 2017 15:49
- Heri S
- Kegiatan Pemerintahan,
- 420
Tubankab - Peringkat Indonesia dalam persaingan global menurun, yang sebelumnya peringkat 37 kini merosot menjadi peringkat 41. Diduga kuat, faktor yang menghambat daya saing global tersebut antara lain, masalah korupsi, birokrasi yang tidak efisien, dan aspek pembiayaan.
“Oleh karena itu, upaya anti korupsi, efisiensi birokrasi dan pembangunan infrastruktur harus terus dilakukan di semua lini,” tandas Sekretaris Badan Diklat Jawa Timur Drs. Budi Santosa saat menghadiri Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Angkatan CXLVII Pemerintah Kabupaten Tuban 2017 di Hotel Willis, Senin (08/05).
Menurutnya, daya saing juga berkaitan dengan inovasi. Pada aspek inovasi Indonesia mengalami perubahan yang cukup significant. Dari daya saing keseluruhan yang menempatkan peringkat ke-41, daya saing di bidang inovasi menduduki peringkat 32.
“Inovasi terutama di sektor publik, tidak muncul begitu saja, semua bermula dari perilaku inovatif, gaya kepemimpinan, daya penyelesaian masalah dan iklim organisasi. Dari faktor tersebut maka, kepemimpinan diyakini merupakan salah satu faktor yang dapat menumbuhkan perilaku inovatif,” ungkap Budi.
Dia melanjutkan, salah satu gaya kepemimpinan yang dapat menumbuhkan perilaku inovatif adalah, gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional, tukas Budi, yakni kepemimpinan yang mengubah nilai personal dan konsep diri yang dipimpin.
“Ini mengubah mereka ke tingkat yang lebih tinggi dan aspiratif, serta meningkatkan ekspektasi kinerja,” imbuhnya.
Budi menjelaskan, gaya ini menekankan pada cara pemimpin untuk menciptakan keadaaan organisasi yang baik, sehingga dapat memotivasi pegawai untuk berperilaku yang inovatif. Hal ini penting agar visi dan misi organisasi tercapai.
“Atas dasar inilah pemerintah melalui lembaga diklat, terus mendorong semangat dan karya-karya inovatif,” ujar Budi.
Lebih jauh Budi menjelaskan, dalam diklat semacam ini, para peserta difasilitasi untuk menjadi pemimpin-pemimpin Tuban yang mampu melakukan inovasi. Para peserta diklat ditugaskan untuk menyusun sekaligus mengimplementasikan proyek perubahan yang substansinya bersumber dari lingkungan kerja peserta. Sehingga diharapkan manfaat dan dampaknya langsung dirasakan pasca diklat.
“Dalam diklat ini, aspek leadership dkembangkan ketika peserta membentuk team work, sedangkan aspek transformasi dimunculkan ketika proses belajar berbagai macam gagasan dikeluarkan,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, peran kepemimpinan pejabat eselon IV yang dalam undang-undang aparatur sipil negara (ASN), dituntut untuk memiliki kompetensi, bertanggungjawab dalam instansinya. Sebab, mereka harus memiliki kemampuan identifikasi, menganalisa, serta merumuskan langkah-langkah pelaksanaan kegiatan, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi kinerja instansi.
“Mungkin bagi bapak-ibu ini bukan hal yang baru, namun demikian saya berharap, para peserta memilki cara pandang yang up to date, dengan kata lain diklat ini bukan sebagai beban, apalagi hanya sebagai persyaratan, tetapi sebagai sarana yang strategtis dalam membawa kemajuan bagi kinerja individu dalam organisasi,” pungkas Budi. (nng/hei)