PONPES PUNYA ANDIL BESAR DALAM PERJALANAN SEJARAH BANGSA

Tubankab - Ponpes merupakan lembaga pendidikan Islam tertua dan merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan ponpes dimulai sejak penyebaran agama Islam masuk di Indonesia dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan Hindu-Budha yang terlebih dulu ada di nusantara.

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Komponen Cadangan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirkomcad Ditjen Pothan) Brigadir Jenderal TNI Iskandar. M. Munir, saat memberi sambutan pada acara Sosialisasi Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Lingkungan Pondok Pesantren di Tuban Tahun 2017 yang berlangsung di Pondok Pesantren Manbail Futuh Jenu, Tuban, Senin (17/04).

Pria kelahiran 57 tahun silam ini juga menuturkan, sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah lama berdiri, ponpes diakui memiliki andil yang sangat besar dalam perjalanan sejarah bangsa. Sebab, ponpes sebagai pondasi penguatan akidah Islam diharapkan dapat memberikan bimbingan dan pengetahuan paham yang sesuai dengan ideologi dan UUD 1945 dan NKRI.

“Sehingga dapat menangkal gangguan serta ancaman terhadap kedaulatan Indonesia,” lanjut Munir.

Lebih jauh alumnus Akabri 1984 ini menyatakan jika saat ini ancaman terhadap kedaulatan Indonesia sangatlah kompleks dan multi dimensional, baik ancaman militer maupun non militer, serta ancaman yang bersifat hibrida.

“Ancaman non militer berupa ancaman ideologi, legislasi, teknologi, politik, ekonomi, sosial, dan kesejahteraan umum, sedangkan ancaman militer berupa agresi dan non agresi. Sementara ancaman hibrida merupakan perpaduan dari kedua ancaman tersebut,” bebernya.

Lebih lanjut Munir menjelaskan, ancaman-ancaman tersebut terbagi dalam dua bentuk, yakni ancaman belum nyata dan ancaman nyata. Ancaman belum nyata, terang Munir, adalah konflik terbuka atau perang konvensional.

“Yang perlu kita waspadai sekarang adalah ancaman nyata yang kenyataannnya dapat terjadi secara tiba-tiba, dan sulit diprediksi. Ancaman nyata tersebut dapat berupa terorisme, radikalisme, bencana alam, wabah penyakit, perompakan, pencurian kekayaan alam, spionase, pelanggaran batas wilayah, serangan cyber, serta peredaran dan penyalahgunaan narkoba,” tukas Munir.

Untuk mengatasi ancaman yang semakin beragam, ucap Munir, Indonesia perlu kembali menata kekuatan cadangan pertahanannya, salah satu caranya adalah dengan menata dan membangun sumber daya nasional, khususnya sumber daya alam sebagai perencanaan dan pendukung.

“Komponen yang berkualitas akan menyokong negara untuk mencapai kesejahteraan dan menjamin keamanan rakyatnya,” kata alumnus Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat tahun 2000 ini.

Masih menurutnya, kemampuan pengelolaan perencanaan dan pencadangan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai sebagai upaya untuk menyokong proses tersebut. Saat ini Indonesia membangun pertahanannya berdasarkan pertahanan rakyat semesta yang menitikberatkan seluruh sumber daya yang dimiliki negara untuk menghadapi ancaman dari luar.

“Pertahanan negara tidak hanya menjadi tanggungjawab lembaga tertentu saja (TNI), namun menjadi hak dan kewajiban seluruh komponen bangsa, seperti yang termuat dalam pasal 27 dan 30 UUD 1945,” terang Munir.

Munir melanjutkan, peningkatan sumber daya bela negara perlu pengaturan dalam undang-undang yang disusun berlandaskan demokrasi, penghormatan hak asasi, dan supremasi skill. “Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pemanfaatan sumber daya telah tercantum dengan jelas namun sampai saat ini belum ada sistem pengaturan yang jelas yang memiliki legalitas hukum dalam putusan politik. Padahal di saat terdesak negara akan membutuhkannya,” pungkasnya. (nng/hei)

comments powered by Disqus