Rintis Usaha Kerajinan Kaligrafi, Lulusan Pesantren Mampu Kantongi Omzet Hingga Rp 150 Juta Per Bulan
- 05 April 2023 14:53
- Yolency
- Umum,
- 829
Tubankab - Usaha kerajinan kaligrafi mampu berkembang pesat saat Ramadan seperti saat ini. Setidaknya seperti yang dirasakan Imam Syafii, salah satu pelaku usaha seni bidang kerajinan kaligrafi, di Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.
Usaha yang sudah digelutinya sejak 10 tahun silam itu banjir orderan saat Ramadan ini dibandingkan bulan biasanya. Imam menuturkan, usaha kerajinan kaligrafinya ini telah menembus pasar Jawa Tengah, Sulawesi, dan beberapa wilayah Jawa Timur.
Ia menceritakan, awal mula mengawali usahanya saat dirinya sepulang dari pondok pesantren, di mana kala itu di Kabupaten Tuban belum ada usaha kerajinan kaligrafi. Atas dasar itu, Imam melihat kerajinan tersebut sebagai peluang untuk merintis usaha sesuai dengan jiwa seni yang dimiliki, yakni seni kaligrafi untuk buka di Tuban.
"Awal Ramadan kemarin sempat sepi, namun beberapa hari ini pesanan mulai banyak," katanya, Rabu (05/04).
Banyak pemilik toko yang mengambil karyanya untuk dijual lagi. Sehingga, mendekati pertengahan Ramadan ini mulai kebanjiran pesanan. "Kalau untuk pigura sehari bisa 800 biji, sedangkan kaligrafi sekitar 10 biji. Sebab yang kaligrafi itu rumit dan saya sendiri yang mengerjakan," tutur pria yang memiliki 10 karyawan ini.
Pengusaha yang memiliki 3 tempat usaha itu melanjutkan, untuk harganya bervariasi mulai Rp 75 ribu, Rp 100 ribu, hingga Rp 700 ribu, tergantung besar kecil dan tingkat kesulitannya.
Imam mengaku, kerajinan yang ditekuninya ini cukup susah pengerjaannya karena tidak setiap karyawan punya bakat seni. "Setiap cari karyawan untuk diajari buat kaligrafi selalu gagal karena jiwanya tidak seni," akunya.
Selain usaha kaligrafinya, ia juga membuat aneka ukuran bingkai pigura, meja belajar, meja mengaji, yang tersebar di 3 titik, yaitu 2 tempat produksi dan 1 toko.
"Selain stok barang di toko, saya juga menerima pesanan kaligrafi sesuai selera dan ukuran," ujar pria lulusan pondok pesantren di Ponorogo dan Semarang itu.
Ditanya mengenai omzetnya, ia mengaku mampu mengantongi cuan sedikitnya Rp 150 juta per bulan. (chusnul huda/hei)