Foto : Ima saat berikan pelatihan sambo barbel. (ist)

Dari Aroma Limbah ke Gelombang Perubahan: Perjalanan Ima Rokhayati Bangun Kepedulian Lingkungan

  • 11 May 2025 19:25
  • Heri S
  • Umum,
  • 65

Tubankab — Ketika musim hujan datang, sebagian orang menyambutnya dengan syukur. Namun, bagi warga Desa Sidotentrem, Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, hujan justru menjadi awal dari masalah lama yang mengganggu: bau menyengat dari limbah ternak sapi yang belum terolah.

Bagi Ima Rokhayati, S.Sos., perempuan muda kelahiran Dusun Mundri, RT 01/RW 09, Desa Sidodadi, Kecamatan Bangilan, bau limbah bukan sekadar gangguan fisik. Ia melihatnya sebagai gejala dari masalah struktural yang lebih dalam, minimnya edukasi, lemahnya tata kelola lingkungan, dan rendahnya partisipasi warga dalam mengelola dampak peternakan rakyat. Namun waktu itu, Ima belum tahu harus berbuat apa.

Segalanya mulai berubah ketika pada tahun 2020, Ima melanjutkan studi di Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Ia membawa keresahan masa kecilnya ke bangku kuliah, dan di semester kelima, ia mulai meneliti masalah tersebut secara sistematis. Penelitiannya menggunakan metode Participatory Action Research (PAR), pendekatan riset partisipatif yang melibatkan langsung masyarakat dalam memetakan dan menyelesaikan masalah mereka sendiri.

"Saya ingin menjadikan skripsi saya lebih dari sekadar tugas akademik," ujarnya. "Saya ingin menjadikannya awal perubahan nyata," ujar Ima kepada reporter tubankab, Minggu (11/05).

Penelitiannya dilakukan di Desa Sidotentrem, dengan fokus pada pencemaran lingkungan akibat limbah ternak yang tidak terkelola dengan baik. Ima memetakan bahwa limbah sapi, baik padat maupun cair, dibuang begitu saja ke lahan atau saluran air tanpa pengolahan. Dampaknya merambat: pencemaran lingkungan, penyebaran penyakit, dan hilangnya rasa aman serta nyaman dalam kehidupan masyarakat.

Dengan menggunakan alat analisis teknik Logical Framework Approach (LFA), Ima menemukan akar persoalan pada empat sektor utama: sumber daya manusia, kelembagaan, kebijakan pemerintah, dan infrastruktur. Dari situlah ia mulai bergerak.

Kepelan: Gerakan Para Pemuda

Proses pengorganisasian komunitas dimulai dari Karang Taruna tingkat desa yang diketuai oleh Sukiman atau akrab disapa Kang Kiman. Bersama para pemuda, Ima membentuk Kelompok Peduli Lingkungan (Kepelan) pada 13 November 2023, yang saat itu disahkan langsung oleh Kepala Desa Sidotentrem, Masroji.

Program awalnya meliputi pelatihan pengolahan limbah ternak, pembentukan kelompok peduli lingkungan, advokasi kebijakan desa, dan pengadaan infrastruktur pengelolaan limbah. Namun, setelah menyelesaikan sidang skripsi dan sebelum wisuda, Ima mendapatkan panggilan sebagai asisten peneliti sosial di sebuah proyek CSR di Surakarta selama lima bulan. Akibatnya, tidak ada keberlanjutan monitoring terhadap Kepelan, dan pola lama masyarakat kembali terbentuk.

"Saya akui, itu salah saya. Saya menyadari bahwa itu tanggung jawab saya," kata Ima lirih. "Sebagai fasilitator, saya seharusnya hadir untuk menjaga keberlanjutan gerakan ini," imbuhnya.

Namun semangatnya tidak berhenti. Sepulang dari Surakarta, ia kembali membangkitkan Kepelan, kali ini dimulai dari lingkungan rumahnya sendiri di Dusun Mundri. Ima memanfaatkan media sosial untuk berbagi dokumentasi aksi skripsinya, yang kemudian menarik perhatian berbagai pihak.

Ia diundang menjadi narasumber dalam Pelatihan Pembuatan Pupuk Kompos oleh mahasiswa KKN Unugiri Bojonegoro, tampil di siaran RRI Tuban, serta mulai dilibatkan dalam perencanaan pembangunan daerah melalui Forum Konsultasi Publik (FKP) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tuban. Bahkan, ia juga dipercaya mengisi projek kepemimpinan terkait Pelatihan Sambo Barbel dan Sibodas di UPT SDN Sendangharjo 4 Tuban bersama mahasiswa PPG Unirow Tuban.

Langkah Menuju Kolaborasi Lebih Luas

Saat ini, Ima tengah merintis kerja sama strategis dengan lembaga sosial dan pemerintah daerah melalui rencana penerbitan MoU. Target awalnya adalah peluncuran program Kepelan skala RT untuk menumbuhkan perubahan nyata di lingkungan sekitar rumah, sebagai pondasi gerakan yang lebih luas.

“Saya percaya perubahan itu dimulai dari hal kecil dan lingkungan terdekat. Bismillah, saya perjuangkan pelan-pelan,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga sedang menulis buku sejarah lahirnya Kepelan Tuban, sebagai bentuk dokumentasi sekaligus inspirasi bagi generasi muda untuk turut membangun daerah.

Konsistensi Seorang Fasilitator

Jejak Ima Rokhayati bukan hanya catatan akademik seorang lulusan cumlaude dengan IPK 3,74. Ia adalah potret nyata dari seorang fasilitator yang menjadikan pengetahuan sebagai alat perubahan. Dengan pendekatan partisipatif, keberanian berorganisasi, dan kemampuan komunikasi yang kuat, Ima menunjukkan bahwa kepedulian sosial bisa berkembang menjadi gerakan berdampak luas.

Dari satu keresahan kecil tentang bau limbah, lahirlah gelombang perubahan yang mulai menggoyang struktur sosial di sekitarnya, perlahan, pasti, dan berkelanjutan. (dadang bs/hei)

comments powered by Disqus