MELONGOK KELUARGA TAK MAMPU TINGGAL TERPENCIL DI ATAS PERBUKITAN KAPUR
- 13 July 2016 10:20
- Yolency
- Umum,
- 453
Tubankab - Suasana Lebaran seharusnya bisa menjadi momen yang membahagiakan bagi masyarakat Muslim, namun tidak demikian halnya yang dirasakan oleh sejumlah warga yang tak mampu, salah satunya yang diderita pasangan suami isteri (Pasutri) di Kabupaten Tuban ini. Lebaran bagi Pasutri dan anak mereka tak ubahnya seperti hari-hari biasa, bahkan jauh dari kesan sederhana. Berikut kisahnya.
Pagi Itu kokok ayam terdengar nyaring. Mentari sedikit mulai menampakkan sinarnya. Suasana di salah satu sudut perbukitan kapur di Desa/Kecamatan Rengel, masih begitu sepi. Maklum, di kawasan tersebut hanya ada sebuah rumah yang dihuni Pasutri, Lamiran dan Tarmi.
Menempati daerah terpencil di atas perbukitan kapur yang jauh dari pemukiman warga memang bukan idaman setiap orang. Namun, Pasutri tersebut terpaksa menempati karena keadaan ekonomi yang menghimpitnya. Bahkan, saat momen Lebaran, mereka terpaksa merayakan dengan ala kadarnya, jauh dari kesan sederhana, apalagi mewah. Jangankan berwisata atau rekreasi, sepotong kue pun tak tersedia di meja tamunya. Seolah-olah, perayaan Lebaran mereka simpan dalam hati yang paling dalam, bersama kedua anaknya, Heri Susanto dan Siti Munawaroh. Kedua anak kesayangannya itu seperti menjadi penghibur hati saat momen Idul Fitri tiba.
Sebenarnya, ada hal yang membuat mereka sedikit merasakan kebahagiaan, yakni bantuan renovasi rumah dan seekor sapi, hasil swadaya para petugas kepolisian dan warga, tepat di saat hari Lebaran lalu.
Sebelumnya, rumah Pasutri tersebut jadi satu bersama 3 ekor kambing, dapur masak dan kamar tidur. Namun, dengan adanya bantuan tersebut, kini rumah mereka sedikit telah berubah. Sebab, sudah ada sekat atau dinding pembatas, meski hanya berbahan sederhana dari papan triplek. Sementara, bagian luar rumah berukuran 4 x 2 meter tersebut, sudah dipermak dengan batu kumbung yang dibangun warga pada malam Lebaran lalu.
“Sudah satu tahun tinggal di sini. Ini saja dapat bantuan dari Polsek dan warga. Ya Alhamdulillah, masih ada yang mau peduli,’’ tukas Tarmi dengan menggunakan Bahasa Jawa kepada wartawan, Rabu (13/07).
Hingga kini, Pasutri tersebut tak punya pekerjaan tetap. Bahkan, tak punya lahan pertanian. Mereka hanya bekerja sebagai buruh tani. “Kami hanya merawat lahan orang lain,’’ timpal Lamiran.
Keluarga ini menempati area di atas perbukitan kapur yang terpencil, tanpa tetangga dan kerabat lainnya. Sebab, jarak dengan rumah mereka paling dekat sekitar 4 kilo meter di bawah perbukitan. Awalnya, mereka tinggal bersama tujuh anaknya, namun sebagian sudah hijrah dan berumah tangga sendiri-sendiri.
Kondisi memprihatinkan keluarga pasangan Lamiran dan Tarmi ini, awalnya diketahui oleh seorang anggota Babinkamtibmas Polsek Rengel. Saat itu, petugas menjumpai seorang siswi bernama Siti Munawaroh (anak Pasutri Lamiran dan Tarmi), yang tak sengaja terlambat ke sekolah. Ketika ditanya alasan terlambat, karena ia tempat tinggalnya sangat jauh, sehingga terlambat masuk sekolah. Ketika dicek, ternyata benar, ia tinggal di atas perbukitan yang jauh dari pemukiman warga.
Karena petugas merasa iba, kejadian inipun langsung dilaporkan ke pimpinannya dan selanjutnya dilakukan renovasi bersama-sama, baik oleh petugas maupun warga sekitar secara swadaya. “Kami gak tega melihat mereka tinggal serumah dengan kambing piaraannya. Sehingga, kami dan warga melakukan bedah rumah, guna memisahkan kandang kambing dan kamar yang mereka tempati,’’ tutur Kapolsek Rengel, AKP Musa Bahtiar. (wan/hei)