MESKI BATIK KUAS KIAN “MELUAS”, BATIK CANTING MAMPU BERTAHAN

  • 28 February 2016 18:48
  • Heri S
  • Umum,
  • 1827

Tubankab - Membatik galibnya dilakukan oleh pembatik dengan menggunakan piranti canting, namun tidak demikan halnya dengan para pembatik (buruh batik) di Dusun Mawot, Desa Sugiharjo, Kecamatan Tuban. Sebagian besar pembatik di desa setempat lambat laun justru meninggalkan canting dan beralih menggunakan kuas sebagai pirantinya.

Sejumlah pembatik yang ditemui Tubankab, mengatakan, para pembatik menggunakan kuas karena kuas dinilai lebih efektif dan efisien. Selain itu, tidak terlalu sulit bila menggunakan kuas,’’ aku Yuni (22), salah seorang pembatik kuas saat ditemui di rumahnya, Minggu (28/02).

Menurut Yuni, para pembatik di desa setempat, sebenarnya sudah lama menggunakan piranti canting, tepatnya sekitar 5 tahun silam. Mereka lebih suka menggunakan kuas karena hasilnya jauh lebih banyak. “Kalau menggunakan canting, paling sehari hanya bisa menghasilkan 5 lembar kain per orang, namun kalau menggunakan kuas bisa 7 hingga 10 lembar per orang,’’ tutur perempuan yang mengaku baru belajar membatik sekitar 3tahun lalu ini.

Dengan banyaknya kain yang dihasilkan dari membatik, lanjut Yuni, dengan sendirinya hasil pendapatan yang diperoleh juga bertambah. Jika menggunakan canting biasanya sehari hanya bisa menghasilkan Rp. 10.000, namun sejak menggunakan kuas bisa mencapai Rp 20.000 per hari.”Perbandingannya kadang bisa 2 kali lipat,’’ jelasnya.

Yuni menambahkan, berbagai motif batik telah ia buat, seperti bunga, hewan dan buah-buahan. Namun, dirinya juga bisa membuat motif yang lain bila konsumen minta motif yang beda.”Kadang ada yang minta motif yang aneh dan unik. Kalau saya bisa, ya saya sanggupi,’’ bebernya.

Namun, hasil karya membatik dengan menggunakan kuas, memang hasilnya tidak sebaik ketika menggunakan canting. Membatik menggunakan canting jauh lebih bagus dan halus serta lebih tebal.”Kalau menggunakan canting hasilnya lebih halus. Tapi, para buruh batiknya cepat lelah karena butuh konsentrasi,’’ ungkap Zainab (47), salah seorang buruh pembatik yang juga tetangga Yuni.

Kini, imbuh Zainab, membatik dengan menggunakan piranti kuas juga ditiru oleh sejumlah desa tetangga, seperti Kembangbilo dan Sumurgung. Sebab, mereka lebih mengejar kwantitas dan hasil yang diperoleh daripada kwalitasnya.”Ya ini semata mengejar tambahan pendapatan,’’ lontarnya.

Sebagian besar wanita warga Desa Sugiharjo menggantungkan hidupnya menjadi buruh batik.Mereka membatik untuk menambah penghasilan keluarga. Rata-rata suami mereka menjadi buruh tani atau buruh proyek. Semua bahan atau piranti untuk membatik, seperti kain dan malam serta kuas berasal dari juragan (bos) batik. Mereka hanya disuruh membatik dan diberikan honor yang bervariasi, antara Rp 1.500 – Rp. 2.000 per lembar kain batiknya. (wan/hei)

comments powered by Disqus