PEMBANGUNAN MEGA PROYEK KILANG MINYAK DAPAT ‘LAMPAU HIJAU’ DARI WARGA
- 14 January 2017 17:25
- Heri S
- Umum,
- 1780
Tubankab - Rencana proyek pembangunan kilang minyak baru Tuban kerjasama antara Pertamina-Roseft Oil Company Rusia, tampaknya akan berjalan mulus. Pasalnya, saat diadakan Konsultasi Publik Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terpadu, di Hotel Grand Mozza Wilis Jenu, Tuban, kemarin, perwakilan warga dari 6 desa ring 1 memberikan ‘lampu hijau’.
Mega proyek yang digadang menjadi termegah dan termodern di dunia ini nantinya menempati lahan dari 6 desa, yaitu Desa Rawasan, Mentoso, Wadung, Remen, Kaliuntu, dan Beji Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur dengan menempati lahan total sekitar 404 hektare yang dibutuhkan untuk mendirikan kilang terbesar di Indonesia tersebut. Rinciannya seluas 340 hektar tanah merupakan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dan sekitar 64 hektare merupakan milik PT Pertamina yang berada di timurnya PT. Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban. Pembangunan mega proyek tersebut ditaksir menelan nilai investasi hingga Rp 175 triliun.
Berbagai masukan dan saran langsung disampaikan warga ke perwakilan Pertamina dalam sosialisasi tersebut, di antaranya Sugeng Sarono perwakilan Desa Mentoso, Ia berharap agar nasib para petani yang sebelumnya menggarap lahan pertanian diperhatikan. Jika harus beralih profesi, papar Sugeng, pihak perusahaan harus bisa memberikan solusi.
Masukan dan saran lain juga muncul dari Rifqi Muchlason perwakilan warga Desa Beji. Harapannya proses pembebasan lahan harus mengedepankan pola komunikatif dan persuasive, meskipun lahan itu milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ganti rugi tanaman, kata Rifki, harus memenuhi rasa keadilan sesuai dengan harapan masyarakat petani.
“Kami juga menyarankan agar perusahaan segera membentuk tim penanganan masalah (pra project – pasca project) yang melibatkan unsur masyarakat, agar nantinya penyelesaian masalah lebih cepat,” ungkap pria yang juga sebagai Ketua Karang Taruna, Kecamatan Jenu ini.
Lebih jauh dirinya menuntut, agar perusahaan segera mempersiapkan pelatihan-pelatihan keahlian kompetensi (skil dan non skil), dan juga segera membentuk komitmen perusahaan terhadap warga terdampak yang harus tertuang dalam MoU (memorandum of understanding).
Selain itu, dukungan juga muncul dari Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tuban, H. Faisol Rozi. Dia berpesan, agar Pertamina rutin berkomunikasi dengan nelayan, supaya ketika ada gejolak nelayan segera tertangani.
Lebih jauh untuk menjaga ekosistem pantai, dia mengingatkan supaya dilakukan reboisasi yang tujuannya menangkal dampak lima tahun mendatang selama penggarapan pelabuhan proyek atau setelah beroperasi.
Sementara itu, Koordinator Proyek Kilang Tuban Amir Siagian menjelaskan, semua masukan dari warga akan menjadi kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) selama enam bulan mendatang sampai muncul ijin AMDAL pekerjaan proyek yang akan dimulai Juli 2017 nanti.
Menurutnya, momentum sosialisasi AMDAL ini baru tahap awal, nantinya ada pertemuan lagi dengan masyarakat baik sosialisasi lahan, maupun pelatihan Naker atau program lainnya. Upaya ini untuk menjaga kondusifitas lingkungan, sebelum kilang Tuban beroperasi pada tahun 2021.
"Komunikasi intensif akan kami lakukan dengan semua pihak, mulai Forpimda, Muspika, Pemdes, maupun Karang Taruna. Bukan hanya saat akan dimulai proyek saja, tapi juga selamanya sampai perusahaan beroperasi dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar," pungkasnya. (nul/hei)