PROGRAM SCORE RESMI DITUTUP, INI HARAPAN BINTANG PUSPAYOGA
- 19 January 2018 20:24
- Heri S
- Umum,
- 418
Tubankab - Program Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (Score) bagi Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang dimulai sejak Agustus 2017 lalu di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, resmi ditutup oleh Bintang Puspayoga istri Menteri Koperasi dan UKM, Jumat (19/01).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama dengan International Labour Organization (ILO), Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) dan Business and Export Development Organization (BEDO) tersebut berlangsung di sanggar batik Sekar Ayu milik Uswatun Hasanah di Desa Kedungrejo, Kecamatan Kerek.
Penutupan Program Score dihadiri oleh Hj. Qodiriah Fathul Huda Ketua Dekranasda Kabupaten Tuban yang merupakan istri Bupati Tuban H. Fathul Huda, Nina Tursinah Ketua Apindo bidang UKM/IKM serta beberapa pejabat pemerintah baik dari provinsi Jawa Timur maupun dari Kabupaten Tuban, serta sejumlah pelaku UKM/IKM di Kecamatan Kerek.
Dalam acara penutupan program Score tersebut sekaligus juga diselenggarakan pembukaan program pelatihan profesional Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan pewarnaan yang bertujuan untuk menopang produktivitas batik yang ada di Kabupaten Tuban, serta setidaknya mampu membawa perubahan yang positif bagi pengusaha batik yang ada.
Bintang Puspayoga usai acara penutupan kepada sejumlah awak media mengatakan sangat bangga dengan pengrajin di Tuban, karena pengrajin batik Tuban serta tenun gedog Tuban mampu regenerasi dan dapat memunculkan pengrajin-pengrajin baru usia muda, berbeda dengan pengrajin di daerah lain, hanya usia tua yang mengembangkan kerajian tradisional tersebut.
”Regenerasi di Tuban ada, kalau di tempat lain penenun itu adalah yang sudah tua dan regenerasi sulit, dan di Tuban ini saya optimis untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan kita untuk meningkatkan kualitas,” ujar Bintang.
Bintang juga berharap, dengan ATBM yang ada saat ini, para pengrajin dapat melihat pasar kebutuhan konsumen karena dengan menggunakan ATBM, hasil tenunan lebih lebar, sehingga lebih efektif dan efesien. Ini berbeda saat menggunakan alat tenun gedog tradisional yang lebarnya maksimal hanya 90 centimeter, serta nantinya akan dikembangkan lagi program pelatihan motif dan desain guna menunjang kualitas tenun gedog di Tuban.
”Bukan berarti mereka harus meninggalkan tenun gedog. Gedog ini sangat spesifik dan merupakan warisan leluhur yang harus kita lestarikan, tapi kita harus melihat pasar kan, makanya kita coba dengan membantu ATBM tersebut,” kata wanita yang mengaku sudah 7 kali ke “Bumi Wali” ini.
Selain itu, Bintang yang juga Ketua Bidang Manajemen Usaha Dekranas ini juga berharap, untuk batik gedog Tuban tidak hanya berkembang di pasar lokal dan nasional, namun juga mampu menembus pasar internasional, serta ia mengaku optimis pengrajin batik dan tenun yang ada di Tuban mampu untuk bersaing dengan pasar batik yang ada. (chusnul huda/hei)