TANTANGAN PGRI KIAN BERAT

  • 04 March 2016 09:07
  • Yolency
  • Umum,
  • 7109

Tubankab – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), sebagai organisasi profesi terbesar yang dimiliki oleh guru di Indonesia adalah organisasi yang sangat ideal dan tepat sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru, mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru serta memperjuangkan nasib guru dan pendidikan pada umumnya.

Demikian diungkapkan Ketua PGRI Cabang Senori, Samsuri, yang baru terpilih kembali untuk periode kedua masa bakti 2015-2020, yang pelaksanaannya diselenggarakan pada akhir Pebruari lalu. Menurut Samsuri, agar guru dan tenaga kependidikan dapat berperan maksimal dalam menjalankan fungsinya, mereka perlu didukung, dibantu, didorong dan diorganisasikan dalam suatu wadah yang dinamis, prospektif dan mampu menjawab tantangan masa depan. “Organisasi yang tepat dan telah mampu melakukan hal itu semua adalah PGRI” ujar Samsuri, kepada Tubankab, Jumat (04/03).

Bagi Samsuri yang sehari-hari menjabat sebagai Kepala sekolah SDN Sidoharjo II Senori, ini melihat tantangan bagi setiap organisasi untuk lebih merasa bertanggung jawab pada semua anggotanya. Kondisi tersebut, paparnya, membawa perubahan yang sangat besar terutama pada proteksi profesi. “Seseorang yang menyatakan diri sebagai profesional pendidik, misalnya, tidak dapat lagi sembunyi di balik kekuatan organisasi untuk menjamin eksistensinya,’ tukasnya.

“Organisasi saat ini secara tidak langsung telah berubah pada perikatan yang profesional. Artinya, tidak hanya mengemban misi dalam upaya-upaya perlindungan individu, karena era ini menuntut lebih banyak persaingan yang sifatnya individual,” tutur Samsuri.

Tanggungjawab profesi, ungkap Samsuri, juga terkena imbas kemajuan jaman, teristimewa untuk profesi pendidik, karena di samping tuntutan bidang akademik dengan perannya sebagai alih pengetahuan secara bersamaan, guru membawa beban moral, sebagai pendidik moral.

Samsuri menyadari, kemajuan teknologi dalam perjalanannya ternyata tidak pernah steril dari budaya baru, teknologi selalu mempercepat dan membawa dampak pengiring, yang kadangkala bernuansa negatif. Tanpa disadari langit-langit bumi telah berubah menjadi atmosfir elektronik, yang dengan bebas mengalirkan informasi ke segala penjuru dunia, dan tidak memandang perbedaan budaya, etika serta etistika. Di sisi lain, PGRI ke depan harus siap menghadapi pasar bebas AFTA 2015 dengan menyiapkan sofware, hardware dan printware.

“Kita akan bersaing, karena jasa pendidikan dalam AFTA akan dibuka. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, maka Indonesia akan menjadi pasar bebas,” jelentrehnya.

Hal itu, menurutnya, sangat penting dan harus dilakukan PGRI, utamanya yang berkaitan dengan kompetensi akademik, profesionalisme, sosial, sifat perilaku, dan kompetensi perubahan. Selain itu, imbuhnya, di bidang pendidikan harus meletakkan akhlak dan moralitas sebagai basis pendidikan.

Tantangan PGRI mendatang lebih besar dan kompleks, utamanya dalam meningkatkan SDM. Oleh karena itu kinerja organisasi dituntut semakin maksimal dalam mewujudkan guru yang profesional, sejahtera, terlindungi dan bermartabat. (aro/hei)

comments powered by Disqus