Foto : Pemkab Tuban saat gelar audiensi dan koordinasi dengan tim dari Unair Surabaya dalam turunkan prevalensi stunting.(yeni)

Turunkan Angka Stunting, Wujudkan Konsep Desa Emas

Tubankab - Pemkab Tuban melaksanakan audiensi dan koordinasi dengan tim dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dalam menurunkan prevalensi stunting. 
Kegiatan yang merupakan bentuk pendampingan dengan mengimplementasikan konsep Desa Emas sebagai intervensi hulu dalam upaya percepatan penurunan stunting itu dilaksanakan di Ruang Rapat Dandang Watjono Lantai 1 Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Tuban, Senin (11/09).

Kegiatan audiensi dan koordinasi Desa Emas tersebut dibuka oleh Sekretaris Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Tuban, dr. Atiek Supartiningsih. Hadir dalam kesempatan itu, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan stakeholder yang tergabung dalam Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kabupaten Tuban.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya, Prof. Dr. Sri Sumarmi, S.K.M., M.Si.. Ia  menyampaikan, konsep Desa Emas yang merupakan akronim dari eliminasi stunting ini untuk mewujudkan desa mandiri dalam penurunan stunting. Caranya dengan mendorong berjalannya program-program pemerintah daerah sekaligus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat desa dalam merespon program tersebut. 

Lebih lanjut, guru besar yang kerap disapa Prof. Mamik tersebut menuturkan, Unair Surabaya bersama 19 perguruan tinggi lainnya di Jawa Timur yang tergabung dalam Konsorsium Perguruan Tinggi Peduli Stunting mewujudkan konsep Desa Emas yang digagas bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk mempercepat penurunan angka stunting di desa. Tahun lalu, pendampingan dilakukan di 18 kabupaten/kota, sedangkan tahun ini hanya 4 kabupaten, meliputi Bondowoso, Situbondo, Jember, dan Tuban.

Prof. Mamik menerangkan, pada tahun 2022, Desa Emas diwujudkan melalui pendekatan 5 (lima) pilar, yaitu penguatan komitmen dan visi kepemimpinan pemerintah daerah hingga desa; peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat; peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif; peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat desa; serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. 

Sedangkan tahun ini, Desa Emas lebih menitikberatkan pada intervensi hulu. Intervensi hulu dalam percepatan stunting meliputi Gerakan Merencanakan KB Pasca-Persalinan (Gemerlap Pascalin), Layanan Terpadu Pranikah (Laduni), Pencegahan Nikah Dini Lewat Alim Ulama (Pendawa Lima), Santri Remaja Generasi Alfa (Santre General), Teknologi Penyediaan Air Siap Minum (Techno Water), konselor gizi madani, aquaponik emas (kombinasi budidaya sayur dan ikan), dan Elektronik – Edukasi Teknologi Ragam Media (E-Dutera).

Berdasarkan penjelasan Prof. Mamik, Desa Emas didanai melalui skema matching fund Kedairika sebagai mitra, Dikti yang membiayai insan perguruan tinggi (para ahli, peneliti, dosen, mahasiswa), serta dana top up dari BKKBN Provinsi Jawa Timur. Selebihnya, ia berharap, pemerintah daerah juga memberikan dukungan penuh dalam program tersebut.

Dikatakan, mahasiswa dilibatkan dalam program tersebut untuk menjadi edukator bagi masyakarat. Ia pun menegaskan perlunya meningkatkan kesadaran akan pencegahan stunting bagi kepala wilayah di setiap kawasan. Menurutnya hal tersebut sangat penting, mengingat merekalah yang akan menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat ketika terdapat kebijakan, khususnya perihal stunting.

Ditekankan, program pemberantasan stunting merupakan tanggung jawab dari semua pihak. Dengan memastikan kecukupan gizi di seribu hari pertama, maka itu sudah mampu menyelamatkan satu generasi. 

Prof Mamik berharap, Desa Emas bisa berjalan dengan baik dan membantu pemerintah daerah dalam percepatan penurunan stunting. (yeni dh/hei)

comments powered by Disqus